Dosis Gen dan Amplifikasi Gen
Kebutuhan akan produk-produk gen pada eukariot dapat sangat
bervariasi. Beberapa produk gen dibutuhkan dalam jumlah yang jauh lebih besar
daripada produk gen lainnya sehingga terdapat nisbah kebutuhan di antara
produk-produk gen yang berbeda. Untuk memenuhi nisbah kebutuhan ini antara lain
dapat ditempuh melalui dosis gen. Katakanlah, ada gen A dan gen B yang
ditranskripsi dan ditranslasi dengan efisiensi yang sama. Produk gen A dapat 20
kali lebih banyak daripada produk gen B apabila terdapat 20 salinan (kopi) gen A
untuk setiap salinan gen B. Contoh yang nyata dapat dilihat pada gen-gen
penyandi histon. Untuk menyintesis histon dalam jumlah besar yang dibutuhkan
dalam pembentukan kromatin, kebanyakan sel mempunyai beratus-ratus kali salinan
gen histon daripada jumlah salinan gen yang diperlukan untuk replikasi DNA.
Salah satu pengaruh dosis gen adalah amplifikasi gen, yaitu
peningkatan jumlah gen sebagai respon terhadap sinyal tertentu. Sebagai contoh,
amplifikasi gen terjadi selama perkembangan oosit katak Xenopus laevis.
Pembentukan oosit dari prekursornya (oogonium) merupakan proses kompleks yang
membutuhkan sejumlah besar sintesis protein. Untuk itu dibutuhkan sejumlah
besar ribosom. Kita mengetahui bahwa ribosom antara lain terdiri atas
molekul-molekul rRNA. Padahal, sel-sel prekursor tidak mempunyai gen penyandi
rRNA dalam jumlah yang mencukupi untuk sintesis molekul tersebut dalam waktu
yang relatif singkat. Namun, sejalan dengan perkembangan oosit terjadi
peningkatan jumlah gen rRNA hingga 4000 kali sehingga dari sebanyak 600 gen
yang ada pada prekursor akan diperoleh sekitar dua juta gen setelah
amplifikasi. Jika sebelum amplifikasi ke-600 gen rRNA berada di dalam satu
segmen DNA linier, maka selama dan setelah amplifikasi gen tersebut akan berada
di dalam gulungan-gulungan kecil yang mengalami replikasi. Molekul rRNA tidak
diperlukan lagi ketika oosit telah matang hingga saat terjadinya fertilisasi.
Oleh karena itu, gen rRNA yang telah begitu banyak disalin kemudian didegradasi
kembali oleh berbagai enzim intrasel.
Jika waktu yang tersedia untuk melakukan sintesis sejumlah
besar protein cukup banyak, amplifikasi gen sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Cara lain untuk mengatasi kebutuhan protein tersebut adalah dengan meningkatkan
masa hidup mRNA (lihat bagian pengaturan translasi).
Pengaturan
transkripsi
Berdasarkan atas banyaknya salinan di dalam tiap sel,
molekul mRNA dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) mRNA salinan tunggal
(single copy), (2) mRNA semiprevalen dengan jumlah salinan lebih dari satu hingga
beberapa ratus per sel, dan (3) mRNA superprevalen dengan jumlah salinan
beberapa ratus hingga beberapa ribu per sel. Molekul mRNA salinan tunggal dan
semiprevalen masing-masing menyandi enzim dan protein struktural. Sementara
itu, mRNA superprevalen biasanya dihasilkan sejalan dengan terjadinya perubahan
di dalam suatu tahap perkembangan organisme eukariot. Sebagai contoh, sel-sel
eritroblas di dalam sumsum tulang belakang mempunyai sejumlah besar mRNA yang
dapat ditranslasi menjadi globin matang. Di sisi lain, hanya sedikit sekali
atau bahkan tidak ada globin yang dihasilkan oleh sel-sel prekursor yang belum
berkembang menjadi eritroblas. Dengan demikian, kita dapat memastikan adanya
suatu mekanisme pengaturan ekspresi gen penyandi mRNA superprevalen pada tahap
transkripsi eukariot meskipun hingga kini belum terlalu banyak rincian
prosesnya yang dapat diungkapkan.
Salah satu regulator yang diketahui berperan dalam
transkripsi eukariot adalah hormon, molekul protein kecil yang dibawa dari sel
tertentu menuju ke sel target. Mekanisme kerja hormon dalam mengatur
transkripsi eukariot lebih kurang dapat disetarakan dengan induksi pada
prokariot. Namun, penetrasi hormon ke dalam sel target dan pengangkutannya ke
dalam nukleus merupakan proses yang jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan
induksi oleh laktosa pada E. coli.
Secara garis besar pengaturan transkripsi oleh hormon
dimulai dengan masuknya hormon ke dalam sel target melewati membran sel, yang
kemudian ditangkap oleh reseptor khusus yang terdapat di dalam sitoplasma
sehingga terbentuk kompleks hormon-reseptor. Setelah kompleks ini terbentuk
biasanya reseptor akan mengalami modifikasi struktur kimia. Kompleks
hormon-reseptor yang termodifikasi kemudian menembus dinding nukleus untuk
memasuki nukleus. Proses selanjutnya belum banyak diketahui, tetapi rupanya di
dalam nukleus kompleks tersebut, atau mungkin hormonnya saja, akan mengalami
salah satu di antara beberapa peristiwa, yaitu (1) pengikatan langsung pada
DNA, (2) pengikatan pada suatu protein efektor, (3) aktivasi protein yang
terikat DNA, (4) inaktivasi represor, dan (5) perubahan struktur kromatin agar
DNA terbuka bagi enzim RNA polimerase.
Contoh induksi transkripsi oleh hormon antara lain dapat
dilihat pada stimulasi sintesis ovalbumin pada saluran telur (oviduktus) ayam
oleh hormon kelamin estrogen. Jika ayam disuntik dengan estrogen,
jaringan-jaringan oviduktus akan memberikan respon berupa sintesis mRNA untuk
ovalbumin. Sintesis ini akan terus berlanjut selama estrogen diberikan, dan
hanya sel-sel oviduktus yang akan menyintesis mRNA tersebut. Hal ini karena
sel-sel atau jaringan lainnya tidak mempunyai reseptor hormon estrogen di dalam
sitoplasmanya.