Sifat dan Asal Usul Air Tanah
Adalah hal yang mutlak bagi para birokrat pengelola sumber
daya air (tanah), untuk memahami asal-usul (origin) dan sifat-sifat (nature)
air tanah, agar tidak terjadi kesalah-pengertian tentang sumberdaya yang
dikelola. Kesalahpengertian tersebut akan menjadikan tujuan mewujudkan
kemanfaatan air tanah terutama bagi kaum miskin pengelolaan tidak mencapai
sasarannya, bahkan justru akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi
keterdapatan air tanah itu sendiri serta kaum miskin tersebut. Hal-hal pokok
yang perlu dipahami tentang asal-usul dan sifat-sifat air tanah adalah :
1. Pembentukan air tanah Air tanah adalah semua air yang
terdapat di bawah permukaan tanah pada lajur/zona jenuh air (zone of
saturation). Air tanah terbentuk berasal dari air hujan dan air permukan , yang
meresap (infiltrate) mula-mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan
kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan
menjadi air tanah. Air tanah adalah salah satu faset dalam daur hidrologi ,
yakni suatu peristiwa yang selalu berulang dari urutan tahap yang dilalui air
dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer; penguapan dari darat atau laut
atau air pedalaman, pengembunan membentuk awan, pencurahan, pelonggokan dalam
tanih atau badan air dan penguapan kembali (Kamus Hidrologi, 1987). Dari daur hidrologi
tersebut dapat dipahami bahwa air tanah berinteraksi dengan air permukaan serta
komponen-komponen lain yang terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk
topografi, jenis batuan penutup, penggunaan lahan, tetumbuhan penutup, serta
manusia yang berada di permiukaan. Air tanah dan air permukaan saling berkaitan
dan berinteraksi. Setiap aksi (pemompaan, pencemaran dll) terhadap air tanah
akan memberikan reaksi terhadap air permukaan, demikian sebaliknya.
2. Wadah air tanah Suatu formasi geologi yang mempunyai
kemampuan untuk menyimpan dan melalukan air tanah dalam jumlah berarti ke
sumur-sumur atau mata air – mata air disebut akuifer. Lapisan pasir atau
kerikil adalah salah satu formasi geologi yang dapat bertindak sebagai akuifer.
Wadah air tanah yang disebut akuifer tersebut dialasi oleh lapisan lapisan
batuan dengan daya meluluskan air yang rendah, misalnya lempung, dikenal
sebagai akuitard. Lapisan yang sama dapat juga menutupi akuifer, yang
menjadikan air tanah dalam akuifer tersebut di bawah tekanan (confined
aquifer). Di beberapa daerah yang sesuai, pengeboran yang menyadap air tanah
tertekan tersebut menjadikan air tanah muncul ke permukaan tanpa membutuhkan
pemompaan. Sementara akuifer tanpa lapisan penutup di atasnya, air tanah di
dalamnya tanpa tekanan (unconfined aquifer), sama dengan tekanan udara luar.
Semua akuifer mempunyai dua sifat yang mendasar: (i) kapasitas menyimpan air
tanah dan (ii) kapasitas mengalirkan air tanah. Namun demikaian sebagai hasil
dari keragaman geologinya, akuifer sangat beragam dalam sifat-sifat hidroliknya
(kelulusan dan simpanan) dan volume tandoannya (ketebalan dan sebaran
geografinya). Berdasarkan sifat-sifat tersebut akuifer dapat mengandung air
tanah dalam jumlah yang sangat besar dengan sebaran yang luas hingga ribuan km2
atau sebaliknya. Ditinjau dari kedudukannya terhadap permukaan, air tanah dapat
disebut (i) air tanah dangkal (phreatic), umumnya berasosiasi dengan akuifer
tak tertekan, yakni yang tersimpan dalam akuifer dekat permukaan hingga
kedalaman – tergantung kesepakatan – 15 sampai 40 m. (ii) air tanah dalam,
umumnya berasosiasi dengan akuifer tertekan, yakni tersimpan dalam akuifer pada
kedalaman lebih dari 40 m (apabila kesepakatan air tanah dangkal hingga
kedalaman 40 m). Air tanah dangkal umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat
(miskin) dengan membuat sumur gali, sementara air tanah dalam dimanfaatkan oleh
kalangan industri dan masyarakat berpunya. Sebaran akuifer serta pengaliran air
tanah tidak mengenal batas-batas kewenangan administratif pemerintahan. Suatu
wilayah yang dibatasi oleh batasan-batasan geologis yang mengandung satu
akuifer atau lebih dengan penyebaran luas, disebut cekungan air tanah.
3. Pengalihan dan imbuhan air tanah Air tanah dapat
terbentuk atau mengalir (terutama secara horisontal), dari titik /daerah imbuh
(recharge), seketika itu juga pada saat hujan turun, hingga membutuhkan waktu
harian, mingguan, bulanan, tahunan, puluhan tahun, ratusan tahun, bahkan ribuan
tahun,, tinggal di dalam akuifer sebelum muncul kembali secara alami di
titik/daerah luah (discahrge), tergantung dari kedudukan zona jenuh air,
topografi, kondisi iklim dan sifat-sifat hidrolika akuifer. Oleh sebab itu,
kalau dibandingkan dalam kerangka waktu umur rata-rata manusia, air tanah
sesungguhnya adalah salah satu sumber daya alam yang tak terbarukan. Saat ini
di daerah-daerah perkotaan yang pemanfaatan air tanah dalamnya sudah sangat
intensif, seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar, dan Medan, muka air
tanah dalam (piezometic head) umumnya sudah berada di bawah muka air tanah
dangkal (phreatic head). Akibatnya terjadi perubahan pola imbuhan, yang
sebelumnya air tanah dalam memasok air tanah dangkal (karena piezometic head
lebih tinggi dari phreatic head), saat ini justru sebaliknya air tanah dangkal
memasok air tanah dalam. Jika jumlah total pengambilan air tanah dari suatu
sistem akuifer melampaui jumlah rata-rata imbuhan, maka akan terjadi penurunan
muka air tanah secara menerus serta pengurangan cadangan air tanah dalam
akuifer. (Seperti halnya aliran uang tunai ke dalam tabungan, kalau pengeluaran
melebihi pemasukan, maka saldo tabungan akan terus berkurang). Jika ini hal ini
terjadi, maka kondisi demikian disebut pengambilan berlebih (over exploitation)
, dan penambangan air tanah terjadi.
4. Mutu air tanah Sifat fisika dan komposisi kimia air tanah
yang menentukan mutu air tanah secara alami sangat dipengaruhi oleh jenis
litologi penyusun akuifer, jenis tanah/batuan yang dilalui air tanah, serta
jenis air asal air tanah. Mutu tersebut akan berubah manakala terjadi
intervensi manusia terhadap air tanah, seperti pengambilan air tanah yang
berlebihan, pembuangan libah, dll Air tanah dangkal rawan (vulnerable) terhadap
pencemaran dari zat-zat pencemar dari permukaan. Namun karena tanah/batuan
bersifat melemahkan zat-zat pencemar, maka tingkat pencemaran terhadap air
tanah dangkal sangat tergantung dari kedudukan akuifer, besaran dan jenis zat
pencemar, serta jenis tanah/batuan di zona tak jenuh, serta batuan penyusun
akuifer itu sendiri. Mengingat perubahan pola imbuhan, maka air tanah dalam di
daerah-daerah perkotaan yang telah intensif pemanfaatan air tanahnya, menjadi
sangat rawan pencemaran, apabila air tanah dangkalnya di daerah-daerah tersebut
sudah tercemar. Air tanah yang tercemar adalah pembawa bibit-bibit penyakit
yang berasal dari air (water born diseases).