Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Petani Bawang Merah dalam Penggunaan Pestisida [Studi Kasus]
Nama Penulis : Luluk
Sulistiyono, Rudy C. Tarumingkeng, Bunasor Sanim, dan Dadang
Pemerintah telah melakukan beberapa langkah untuk
melaksanakan pengelolaan penggunaan pestisida, diantaranya melalui program
pengelolaan hama secara terpadu yang sebelumnya disebut pengendalian hama
terpadu (PHT). Peneliti mengungkapkan bahwa terkait hal tersebut telah dimuat
dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian dan
Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali BIMAS Nomor
14/SK/Mentan/Bimas.XII/1990 tentang pedoman pelaksanaan Pengendalian Hama
Terpadu. Didalam peraturan, yang dimaksudkan dengan PHT adalah suatu konsep
pengendalian hama yang memadukan beberapa cara pengendalian untuk
mempertahankan hasil panen yang tinggi dan menguntungkan petani serta
memelihara kelestarian lingkungan. Pemerintah mengharapkan dalam rangka
penggunaan pestisida dilaksanakan secara benar sesuai dengan aturan yang telah
direkomendasikan. Namun aplikasi pestisida secara langsung di lapangan masih
terbentur oleh beberapa faktor diantaranya faktor pengetahuan petani tentang
pestisida, sikap petani terhadap peraturan penggunaan pestisida dan tindakan
penggunaannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjajaki
pengetahuan petani tentang pestisida, sikap petani terhadap peraturan yang
ditetapkan, tindakan petani dalam penggunaan pestisida dan menganalisis korelasi
antar variabel serta mengetahui dampak negatifnya pada aktivitas
Acetylcholinesterase. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Stratified Sampling yang didasarkan pada jenjang pendidikan formal dan sekolah
lapang pengelolaan hama terpadu (SLPHT).
Secara umum petani SLPHT dan Non SLPHT pada masing-masing
jenjang pendidikan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Penelitian ini
menyebutkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan dan keikutsertaannya dalam
sekolah lapang hama terpadu memiliki pengetahuan yang lebih tinggi. Perbedaan
ini sangat dimungkinkan oleh lamanya pendidikan dan bobot kurikulum yang
diterima masing-masing petani selama menempuh jenjang pendidikan formal. Pada
variabel sikap terhadap aturan penggunaan pestisida, petani SLPHT lebih tinggi
jika dibandingkan dengan petani Non SLPHT. Tingginya jenjang pendidikan
mempunyai relevansi positif terhadap penentuan sikap. Sesuai dengan konsep yang
digunakan peneliti, yaitu menurut Mar’at (1994) yang menyatakan bahwa
terbentuknya sikap sangat dipengaruhi oleh aspek kemampuan Cognitif yang berupa
pengetahuan yang didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan suatu obyek
tertentu.
Penelitian ini menggunakan analisis Rank Spearman’s antara
pengetahuan dan sikap petani SLPHT menunjukkan korelasi yang sangat signifikan
(skor : 0.61) sebaliknya dengan petani Non SLPHT (skor : 0.28). Hal ini
menunjukkan bahwa SLPHT telah mampu mempengaruhi petani untuk menentukan sikap
terhadap aturan penggunaan pestisida. Muatan kurikulum yang diberikan dalam
SLPHT dengan tegas memberikan pertimbangan bahwa dalam penggunaan pestisida di
lahan oleh seorang petani harus mempertimbangkan tiga aspek meliputi aspek
ekonomi, sosial dan ekologi. Rendahnya korelasi antara pengetahuan dan sikap
pada petani Non SLPHT disebabkan oleh tidak ada kontribusi muatan SLPHT
kepadanya, sehingga bentukan sikap yang diambil lebih banyak dipengaruhi oleh
informasi yang diyakini kebenarannya secara turun temurun yang diperoleh secara
pribadi ataupun komunikasi antar petani.
Hubungan antara sikap dan tindakan petani dalam penggunaan
pestisida pada kedua kelompok tani menunjukkan korelasi yang tidak signifikan.
Pada petani SLPHT (skor ; 0.37) sedangkan petani Non SLPHT (skor : 0.39). Tidak
konsistennya petani ditandai dengan melakukan penyemprotan secara terjadwal,
tidak tepatnya sasaran, tidak tepat dosis (kecenderungan mencampur beberapa
pestisida), tidak menggunakan kelengkapan pengamanan diri dan kurang
memperhatikan kelestarian lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi lemahnya
hubungan antara sikap dan tindakan petani adalah (1) Anxienty artinya petani
merasa cemas yang sangat hebat jika terjadi kegagalan panen yang mengakibatkan
nilai investasi yang tidak kembali (Biaya per hektar bisa mencapai Rp. 36,6
juta/ha), (2) Forcasting, lemahnya kemampuan petani untuk memprediksi serangan
hama dan penyakit kedepan selama musim tanam, hal ini khususnya bagi petani
SLPHT sehingga kecenderungan melakukan penyemprotan secara terjadwal, (3)
Rendahnya kesadaran petani dalam implementasi PHT hal ini didorong oleh
kurangnya pengelolaan dan pemantauan berkesinambungan oleh pegawai Penyuluh
Lapangan, (4) Behavior Intention, petani memiliki niat berperilaku PHT karena
dukungan aspek Cognitif, namun implementasinya sangat dipengaruhi oleh situasi
sekitarnya, sehingga keinginan berperilaku sesuai aturan menjadi terhambat, (5)
Internal Conflic, faktor internal yang paling berpengaruh adalah antara
pemenuhan kebutuhan dan kendala usahanya, gangguan OPT yang hebat menimbulkan
kekawatiran yang selanjutnya menimbulkan kecemasan yang sangat hebat
(kekalutan) sehingga mendorong petani bertindak yang tidak terarah dalam
mengaplikasikan pestisida.
Dalam penelitian ini sebagai parameter terpapar oleh
pestisida adalah gangguan aktivitas Acetylcholinesterase darah. Hasil pengujian
darah petani pengguna pestisida di tiga kecamatan telah dinyatakan terpapar
pestisida khususnya organofosfat dan karbamat terhadap aktivitas
Acetylcholinesterase darah 19, 81% mengalami gangguan kategori sedang dan 34,67
% kategori ringan. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
yang digunakan peneliti sebagai pembanding, yaitu bedasarkan hasil penelitian
Nuryana (2005) petani bawang merah yang sering kontak dengan pestisida di
wilayah Brebes telah terpapar pestisida yang ditandai dengan penurunan
aktifitas Acetylcholinesterase pada kategori ringan sampai sedang.
Analisis Pustaka
Penelitian ini menambah pengetahuan terkait pengetahuan,
sikap, dan tindakan petani dalam kegiatan pertanian yang dilakukan petani.
Semakin tinggi jenjang pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan sikap yang
dilakukan oleh petani untuk tidak menggunakan pestisida. Namun, pembahasan
mengenai apa itu Acetylcholinesterase kurang begitu dijelaskan pada penelitian
ini. Penelitian ini juga kurang didukung oleh teori yang sesuai.