-->

Alamat Pegadaian Syariah Solo [Pasar Kliwon dan UNS Solo]

Alamat dan Nomor Telepon Pegadaian Unit Pelayanan Syariah Pasar Kliwon, Surakarta (Solo)

  • Pegadaian Unit Pelayanan Syariah Pasar Kliwon
  • Jl. Kapten Mulyasi No. 114
  • Surakarta (Solo)
  • Jawa Tengah
  • Telp. 0271641489

Alamat dan Nomor Telepon Pegadaian Unit Pelayanan Syariah UNS Solo, Surakarta (Solo)

  • Pegadaian Unit Pelayanan Syariah UNS Solo
  • Jl. Ir Sutami
  • Surakarta (Solo)
  • Jawa Tengah
  • Telp. 0271652266


Alamat Pegadaian Syariah Solo

1. Pengertian Gadai Syariah (Rahn) 

Gadai dalam bahasa Arab disebut Rahn. Rahn menurut bahasa adalah jaminan hutang, gadaian, seperti juga dinamai Al-Habsu, artinya penahanan.  Sedangkan menurut syara’ artinya akad yang objeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran yang sempurna darinya.  Dalam definisinya rahn adalah barang yang digadaikan, rahin adalah orang mengadaikan, sedangkan murtahin adalah orang yang memberikan pinjaman. 

Adapun pengertian rahn menurut Imam Abu Zakaria Al-Anshary, dalam kitabnya Fathul Wahab, mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarkan dari harta itu bila utang tidak dibayar.  Sedangkan menurut Ahmad 

Azhar Basyir Rahn adalah menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.  
Pegadaian menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 yang berbunyi: 
“Gadai adalah hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seseorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang memberi utang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo”.  

Jadi, kesimpulanya bahwa rahn adalah menahan barang jaminan pemilik, baik yang bersifat materi atau manfaat tertentu, sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang diterima memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian hutangnya dari barang gadai tersebut apabila pihak yang mengadaikan tidak dapat membayar hutang tepat pada waktunaya. 
Pegadaian syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan mententramkan. 

2. Landasan Hukum Gadai Syariah (Rahn) 

Pada dasarnya, gadai adalah salah satu akad yang diperbolehkan dalam Islam. Adapun dalil-dalil yang menjadi landasan diperpolehkannya gadai adalah: 
a. Firman Allah SWT: 

“jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).”(QS. Al-Baqarah : 283)  

Menurut ayat yang tertera diatas, bahwasannya Al-Qur’an memperbolehkan adanya hukum akad gadai, dengan mengecualikan jika adanya unsur riba yang terdapat didalamnya. Ayat tersebut menyebutkan “barang tanggungan yang dapat dijadikan sebagai pegangan (oleh yang menguntungkan)”. Dalam dunia financial, barang tanggungan bisa dikenal sebagai jaminan atau objek pegadaian. 
b. Al-Hadits 
 Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: 

“Rasulullah saw. pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan cara menangguhkan pembayarannya, lalu beliau menyerahkan baju besi beliau sebagai jaminan”. (shahih muslim)  

Dari hadits diatas dapat dipahami, bahwa bermuamallah dibenarkan juga bila dilakukan dengan orang yang non muslim dan juga harus barang jaminan, agar tidak ada kekhawatiran bagi yang memberikan pinjaman atau hutang. 

c. Ijma’ Ulama 
Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, jumhur ulama juga berpendapat boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa disyari’atkan pada waktu tidak bepergian maupun pada waktu bepergian, berdasarkan kepada perbuatan Rasulullah Saw dalam hadits di atas.  

3. Rukun Gadai Syariah / Rahn 

a. Aqid, adalah pihak-pihak yang melakukan perjanjian (shigat). Aqid  terdiri dari dua pihak yaitu: pertama, rahn (yang menggadaikan), yaitu orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaiakan. Kedua, Murtahin (yang menerima gadai) yaitu orang, bank, atau lembaga yang dipercaya aleh Rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai). 
b. Marhun (barang yang digadaikan), yaitu barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan mendapatkan uang. 
c. Marhun bih (utang), yaitu sejumlah dana yang diberiakan murtahin kepada rahin atas dasar besrnya tafsiran marhun. 
d. Sighat (Ijab dan Qabul), yaitu kesepakatan antara rahin dan marhun dalam melakukan transaksi gadai. 

4. Syarat Gadai Syariah 

Dalam menjalankan transaksi rahn harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 
a. Syarat Aqid, baik rahin dan murtahin adalah harus ahli tabarru’ yaitu orang yang berakal, tidak boleh anak kecil, gila, bodoh dan orang yang terpaksa. 
Seperti tidak boleh seorang wali. 
b. Marhun Bih (utang) 
1) Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin. 
2) Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak sah. 
3) Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya. 
c. Marhun (Barang) 
1) Harus berupa harta yang dapat dijual dan nilainya seimbang dengan Marhun Bih. 
2) Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan. 
3) Harus jelas dan spesifik. 
4) Marhun itu sah dimiliki oleh rahin. 
5) Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat.  
d. Shighad (Ijab dan Qabul) syaratnya adalah shighad tidak boleh diselingi dengan ucapan yang lain ijab dan qabul dan diam terlalu lama pada transaksi. Serta tidak boleh terikat waktu. 
5. Persamaan dan Perbedaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional 

Apabila membandingkan produk gadai syariah dengan konvensional maka pegadaian syariah dapat menjadi alternatif bagi orang yang membutuhkan dana murah, cepat dan sesuai hukum Islam. Biaya gadai dimaksud hanya 4% selama dua tahun. Jauh lebih kecil dari bunga di Perum Pegadaian yang mencapai 14% per empat bulan. Keabsahan prinsip syariah dapat dilihat pada keputusan fatwa Dewan Syariah Nasional majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah dan fatwa lainnya yang berkaitan gadai. 

Persamaan antara gadai syariah dan gadai konvensional adalah jangka waktu tempo yaitu samasama 120 hari. Jika setelah 120 hari si peminjam tidak dapat membayar hutangnya, maka barang jaminan akan dijual atau dilelang. Tetapi nasabah diberi waktu tambahan selama 2 hari karena sebelum dilelang dibuat dahulu panitia lelang. Pada saat pelelangan, nasabah  masih diberi kesempatan dan tambahan waku selama 2 jam jika ingin menebus barang jaminannya. Jika tidak ditebus maka barang jaminan tersebut dilelang. Uang pelelangan tersebut di gunakan untuk membayar hutang rahin. Jika hasil lelang tersebut mengalami kelebihan akan dikembalikan oleh nasabah, tetapi ung kelebihan tersebut tidak diambil dalam waktu satu tahun, maka uang kelebihan tersebut akan dimasukkan ke dalam dana ZIS (Zakat, Infak dan Sadaqah) pegadaian syariah, sedangkan pada pegadaian konvensional uang kelebihan yang tidak diambil akan menjadi milik pegadaian. Dan apabila dari hasil lelang tersebut ternyata kurang untuk membayar hutang, maka nasabah diharuskan membayar sisa hutangnya.

Sedangkan perbedaan mendasar antara pegadaian syariah dengan konvensional adalah dalam pengenaan biayanya. Gadai konvensional memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda. Sedangkan pada gadai syariah tidak berbentuk bunga, tetapi berupa biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Jadi singkatnya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan.  Jadi sudah jelas bahwa Rahn boleh dilakukan, karena kegiatan tersebut sudah pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel