-->

Alamat Pegadaian Veteran Bintaro, Pasar Modern Bintaro, dan Sektor Lainnya

Pegadaian Bintaro Sektor 3

Alamat dan Nomor Telepon Pegadaian Cabang Bintaro Sektor 3, Tangerang Selatan
Pegadaian Cabang Pembantu Bintaro Sektor 3
Perkantoran Bintaro Sektor 3A Blok C No. 65
Pondok Aren
Tangerang Selatan
Banten
Telp. 0217365906

Pegadaian Veteran Bintaro

Alamat dan Nomor Telepon Pegadaian Cabang Bintaro
Pegadaian Cabang Pembantu Bintaro
Jl. RC Veteran No. 8H
Bintaro
Jakarta Selatan
DKI Jakarta
Telp. 0217342954

Pegadaian Bintaro Sektor 5

Alamat dan Nomor Telepon Pegadaian Unit Pelayanan Cabang Bintaro Sektor 5, Tangerang Selatan
Pegadaian Unit Pelayanan Cabang Bintaro Sektor 5
Jl. Bintaro Utama 5 Ed1 No. 30
Pondok Aren
Tangerang Selatan
Banten
Telp. 02173881206

Pegadaian Pasar Modern Bintaro (Sektor 7)

Alamat dan Nomor Telepon Pegadaian Unit Pelayanan Cabang Pasar Modern Bintaro, Tangerang Selatan
Pegadaian Unit Pelayanan Cabang Pasar Modern Bintaro
Pasar Modern Bintaro Jaya Sektor VII Blok KA No. 11
Tangerang Selatan
Banten
Telp. 0217459566

Pegadaian Bintaro Sektor 9

Alamat dan Nomor Telepon Pegadaian Unit Pelayanan Cabang Bintaro Sektor 9, Tangerang Selatan
Pegadaian Unit Pelayanan Cabang Bintaro Sektor 9
Jl. Jombang Raya No. 25
Pondok Aren
Tangerang Selatan
Banten
Telp. 02174863542

Konsepsi Pegadaian Syariah  

a. Pengertian pegadaian syariah  
Dalam bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al-habsu (Pasaribu, 1996: 139). Secara etimologis arti rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al-habsu penahan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut (Syafe’i 2000: 159). Sedangkan menurut Sabiq (1987: 139), rahn adalah menadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil hutang atau ia bisa mengambil sebgian (mamfaat) barangnya. 

Pengertian ini didasarkan pad apraktek apabila seseorang ingin berhutang kepada orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang tak bergerak maupun atau berupa barang ternak berada dibawah penguasaan pemberi pinjaman sampai penerima pinjaman melunasi pinjamannya. 

Pegadaian Veteran Bintaro

Ada pun pengertian rahn menurut Ibnu Quddhamah dalam kitab Al-Mugnhi adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu benda yang dijadikan kepercayan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan Imam Abu Zakaria al-Anshary dalam kitabnya Fathul Wahab mendefenisikan rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta benda sebagai kepercayaan dari suatu yang dapat dibayarka dari harta benda itu apabila hutang tidak dibayar (Sudarsono, 2003: 157). Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian rahn adalah menahan harta salah satumilik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimannya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. 
  
b. Dasar hukum gadai 
Boleh tidaknya transaksi gadai menurut islam, diatur dalam Al-Qur’an, sunnah dan ijtihad. 
• Al-Qur’an 
Ayat alquran dapat dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah QS Al-Baqaroah ayat 282 dan 283: 
 “ Hai orang orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya” 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  ٢٨٣ 
“jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya)” (Abdul Ghafur, 2005: 90). 
As- Sunnah  
Aisyah berkata bahwa rasul bersabda: Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. (HR Bukhari dan Muslim).  

Dari Abu Hurairah r.a Nabi SAW  bersabda: Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang mengendalikannya. Ia memperoleh manfaat dan menaggung resikonya. 

Nabi bersabda: Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biyanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. (HR Jamaah, kecusli muslim dan An Nasai) (Abdul Ghafur, 2005: 90). 

Ijtihad  
Berkaitan dengan pembolehan perjanjian gadai ini, Jumhur ulama juga berpendapat  boleh dan mereka tidak pernah berselisih pendapat mengenai hal ini. Jumhur ulama berpendapat disyariatkan pada waktu tidak berpergian maupun  pada waktu brpergian, berargumentasi kepada perbuatan Rasulullah SAW terhadap riwayat hadis tentang orang yahudi tersebut di Madinah. Adapun keadaan dalam perjalanan seperti ditentukan dalam QS. Al- Baqarah: 283, karena melihat  kebiasaan dimana pada umumnya rahn dilakukan saaat berpergian ( Sayyid Sabiq, 1987: 141). Adh- Adhahak  dan penganut madzhab Az- Zahiri berpendapat bahsa rahn tidak disyariatkan kecuali pada waktu berpergian, berdalil pada ayat tadi. Pernyataan meraka telah terbantahkan dengan adanya hadist tersebut.   

c. Persamaan dan perbedaan rahn dan gadai 
Persamaan gadai dan rahn  
1. Hak gadai berlakuatas pinjaman uang  
2. Adanya agunan sebagai jaminan utang  
3. Tidak boleh mengambil manfaaat barang yang digadaikan  
4. Barang gadai yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai  
5. Apabia batas waktu pinjaman utang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang 

Perbedaan rahn dan gadai  
1. Rahn dalam hukum islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan. 
2. Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun tidak bergerak. 
3. Dalam rahn, menurut hukum Islam tidak ada istilah bunga uang. 
4. Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang d indonesia disebut Perum Pegadaian, sedangkan rahn menurut Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga (Muhammad Sholikul Hadi, 2003: 42) 


d. Ketentuan Umum Rahn 
1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak utuk menahan marhun (barang) sampai utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi 
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin, pada prinsip marhuan tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaata sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannaya. 
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun  pada dasar menjadi tanggung jawab rahin namun dapat dilakuka oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin  
4. Besar biaya administrasi dan penyimpana  marhun tidak beloh ditentuksn berdasarkan pinjaman  
5. Penjualan marhun (Ahmad rodoni, 2008: 191) 

e. Ketentuan Penutup Rahn  
1. Jika salah satu pihak tidak dapat meninaikan kewajiban atau terajdi suatu perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaian nya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah 
2. Fatwa iniberlaku semenjak ditetapkan dengan ketentua dikemudian hari terdapat kekeliruan dapat diubah dan dapat disempurnakan sebagai mestinya. 

Rukun Dan Syarat Sah Gadai  

Sebelum dilakukan rahn terlebih dahulu dilakukan akad. Akad menurut Mustafa az- Zakra adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh duan pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak pihak yang hendak mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyataan keinginan masing masing di ungkapkan dalam akad (Mustafa az- Zakra, 2003 : 102). 
Ulama fiqh berpendapat dalam menetapkan rukun rahn. Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 yaitu: 1. Shigat (lafadz ijab dan qabul) 
2. Orang yang berakad (rahin dan murtahin) 
3. Harta yang dijadikan marhun 
4. Utang (marhun bih) 

Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn  itu hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima jaminan barang itu. Menurut Ulama Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan qabdh (penguasaan barang) oleh pemberi utang. Adapun rahin, murtahin, marhun dan marhun bih itu termasuk syarat-syarat rah, bukan rukunnya (Nasrin Horean, 2000: 254) 

Sedangkan syarat rahn, ulama fiqh mengemukakannya sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu: 
1. Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap bertindak hukum (baliqh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyaratkan cukup berakal saja. Karennya anak kecil yang mummayyiz (dapat membedakan antara yang baik baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn, dengan syarat mendapatkan persetujuan dari walinya. Mnurut Hendi Suhendi, syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf, artinya mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan yang berkaitan dengan rahn (Hendi Suhendi, 2002: 107) 

2. Syarat sight (lafadz). Ulama Hanafiyah mengatkan dalam akad itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang, karena akad rahn itu sama dengan akad jual beli. Apabila akad itu dibarengi dengan, makanya syarat batal, sedangkan akadnya sah. Misalnya rahin mensyaratkan apabila tenggang waktu mahrun bih telah habis dan mahrun bih belum terbayar, maka rahn itu diperpanjang 1bulan, mensyaratkan marhun itu boleh murtahin manfaatkan (Sasli Rais, 2006: 43) 

3. Syarat marhun bih adalah  
a. Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtain 
b. Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun itu 
c. Marhun bih itu jelas/ tetap dan tertentu 
4. Syarat marhun menurut pakar fiqh adalah  
a. Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih  
b. Marhun itu bernilai harta dan boeh dimanfaatkan (halal) 
c. Marhun itu jelas milik sah rohin 
d. Marhun itu jekas dan tertentu 
e. Marhun itu tidak terkait dengan orang lain 
f. Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam berapa tempat 
g. Marhun itu boleh diserahkan,baik materi maupun manfaatnya (Sasli Rais, 2006: 44) 

Operasioanal Pegadaian Syariah   

Implementasi operasional pegadaian syariah hampir sama dengan pegadaian konvensional. Sepertinya halnya pegadaian konvensional, pegadaian syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerk. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukan bukti identitas diri dan jaminan barang bergerak sebagai jaminan, lalu unag pinjaman dapat diterima dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang sangat singkat (Ahmad Rodoni, 2008: 189) 

Adanya keinginan masyarakat untuk berdirinya lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan mungkin imat (Islam mengkehendaki adanya lembaga perusahaan yang bener-benar menerapkan prinsip Islam. Untuk mengkoordinir aspek ini erlu dikaji berbagai aspek penting antara lain:

1. Aspek legalitas  
Peraturan pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian (PERJAN) menjadi perusahaan umum (PERUM) pegadaian, pasal 3, ayat (1a) menyabutkan bahwa perum pegadaian adalah badan usaha tunggal yang diberi wewenang untuk menyalurkan uang pinjaman atas hukum gadai. Kemudian misi dari perum pegadaian adalah terdapat pada pasal 5, ayat (2b), yaitu pencegahan praktek ijon, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Dari pasal pasal PP tersebut tentunya dapat dijadikan kekuatan untuk pendirian pegadaian syariah. 

2. Aspek permodalan  
Modal untuk menjalanka perusahaan gadai adalah cukupa besar, karena selin dbutuhkan dana untuk dipinjamkan kepada nasabah juga duperlukan investasi untuk penyimpan barang gadai. Aspek permodalan dapat dipenuhi jika perusahaa gadai berbentu perseroan terbatas. Dengan demikina perusahaan dapat menjual saham kepad masyarakat. 

3. Aspek sumber daya manusia  
Keberlangsungan perusahaan pegadaian syariah sangat ditentuka oelh kemampua sumber daya manusianya dala memerlukan SDM yang berkualitas dalam melakukan penaksiran barang atau melakukan analisa kelayakan usaha. 

4. Aspek kelembagaan  
Operasional pegaian syariah harus membawa misi syarah Islam. Oleh karena itu, aktifitas gadai jangan sampai menyimpan akidah dan norma Islam. Operasional lembaga tidak boleh menjalankan aktifitas yang mengandung, maisir, gharar dan riba. Untuk itu , perusahaan perlu adanyadwan yamg mengonrol kesyarianhan, yangbisa disebut dengan Dewan Pengawas Syariah.
  
5. Aspek sistem dan prosedur 
Pentingnya aspek sistem dalam prosedur adalah agar operasional gadai syariah dapat memberikan efektifiatas dan efesien. Oleh karena itu, perlu pemikiran tentang sistem dan prosedur yang tidak menyulitkan nasabah yang akan meminjam uang akan melakuakan perjanjian utang-piutang. 

6. Aspek pengawasan  
Pengawasan harus melekat dalam katifitas gadai syariah. Pengawasan ini dapat berasal dari yang memiliki kehidupan., juga pengawasan intern, yang menjalankan amanah. Tanggung jawab organ para pengawasan termasuk para  pimpinan kepada Dewan Komisaris RUPS (Muhammad Sholikul Hadi, 2002: 44) 

Implementasi Gadai Rahn Dalam Prakteknya 

Dewan redaksi dari Ensikplopedia Hukum Islam (1997) berpendapat bahwa rahn yang dikemukan oleh ulama fiqh kalsik tersebut hanya bersifat pribadi. Artinya utang piutang hanya terjadi antara seorang pribadi yang membutuhkan dan seseorng yang memiliki kelebihan harta, dizaman ini sesuai perkembangan  dan kemajuan ekonomi, rahn,dan hanya tidak berlaku antara pribadi melainkan juga  antara pribadi dan lembaga keungan seperti bank. 

Untuk mendapatkan kredit dari lembaga keungan pihak bank juga menuntut barang agunan yang dipegang bank sebagai jaminan atas kredit tersebut. Barang agunan ini  demikian lebih lanjut dikemukakan oleh dewan redaksi Esiklopedia Hukum Islam,  
(1997) dalam istilah bank disebut collateral. Collateral  sejalan degan maerhun yang berlaku dalam akad rahn yang dibicarakan ulama klasik (Abdul Ghafur, 2005: 103) 

 Perbedaan hanya terletak pada pembayaran hutang yang ditentukan oleh bank. Kredit dibank biasanya harus dibayar sekaligus dengan bunga unag yang ditentukan oleh bank. Oleh sebab itu jumlah uang yang dibayar oleh debitur akan lebih besar yang dipinjam dari bank. Menurut Antoni (2001) kontrak rahn digunakan dalam perbankan digunakan sebagai: 

1. Produk lengkap 
Artinya rahn digunakan sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan ba’i al- murabahah dimana bank dapppat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.  

2. Produk tersendiri  
Akad rahn dipakai secara alternatif daei pegadaian konvensional. Bedanya dengan gadai biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga tetapi yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeiharaan, penjagaaan serta biaya penaksiran yamg dipungut dan ditetapkan dari awal perjanjian. Sedangkan dalam pegadaian biasa, nasabah juga dibebankan juga bunga pinjaman yang dapat diakumulasikan dan berlipat ganda. 

Dalam mekanisme perjanjian gadai syarih, akad perjanjian yang dapat dilakukan antara lain: 
1. Akad al-qardhul hasan  
Akad ini dilakuakan pada kusus nasabah yang mengadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, nasamab (rahin) akan memberikan biaya upah atau fee kepada penggadai (murtahin) yang telah menjaga atau merawat barang gadai (marhun) 
2. Akad al- mudarabah  
Akad ini dilakukan untuk nasabah yang mengadaikan jaminanya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal kerja). Degan demikian, rahin akan mermberikan bagi hasil (berdasarkan keuntungan ) kepada murtahin sesuia kesepakatan, sampai modal yang dipinjam terlunasi.  
3. Akad ba’i al-muqayyadh  
Akad ini dilakukan untuk nsabah yang mengadaikan jaminanyanya untuk menambah modal usaha berupa pembelian barang modal. Degan demikian murtahin akan membelikan barang yang dimaksud oleh rahin (Sudarsono, 2003: 164) 

Dengan  memahami konsep lembaga gadai syriah maka sebenarnya lembaga gadai syariah untuk antara hubungan pribadi sudah operasional. Setiap orang bisa melakukan perjanjian hutang piutang degan gadai secar syariah. Oada dasarnya konsep utang piutang secara syariah dilakukan dalam bentuk al-qardhul hasan, dimana pada bentuk ini tujuan utamanya adalah memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan sosial. Gadai yang melangkapi perjanjian hutang piutang itu adalah sekedar memenuhu anjuran sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 283tidak ada tamhan biaya diatas tambahan pokok pinjaman bagi si peminjam kecuali yang dipakainya untuk sendiri unuk syahnya suatu perjanjian hutang. Dalam hal ini biaya-biaya seperti materai dan akte notaris menjadi beban pemijam. Bunga uang yang kita kenal walaupun dengan nama apapun tidak sesuain dengan prinsipa syariah, oleh karena itu tidak boleh dikenakan dalam perjanjian hutang piutang secara syariah. Perjanjian hutang piutang dalam bentuk alqardhul hassan sangat dianjurkan Islam lebih utama dari pada memberikan infaq.  

Hal ini, menurut Khan (1996: 182-183), karena infaq menimbulkan masalah kehormatan oada peminjam dan mengurangi dorongan darinya untuk berjuang dan berusaha. Infaq katanya diperlukan dalam kasus-kasus dimana pengambilan hutang tidak mungkin dilakukan. Denagn demikina al-qardhul hassan adalah lembaga bersaudara dengan infaq. Tanggung jawab ini beralih pada satuan keluaga, RT/RW,Kelurahan, bahkan sampai kepada negara.  

Perjanjian hutang piutang juga diperlukan bagi keperluan komersiil. Dalam hal ini perjanjian utang piutang ini untuk keperluan komersiil., maka biasanya kelengakapan gadai yang cukup menjadi persyaratan yang tidak dapat ditinggalkan. Ini membuktikan sebenarnya pihak penjamin bukalah orang yang miskin melainkan orang yangmempunyai sejumlah harta yang dapat digadaikan. Pilihan yang terbuka untuk pilihan ini adalah melakukan perjanjian utang piutang dengan gadai dalam alqardhul hassan atau melakukan perjanjian utang piutang dengan gadai dalam bentik mudharabah (Abdul Ghafur, 2005: 103). 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel