Dampak Perubahan Iklim Terhadap Makhluk Hidup
BERBAGAI dampak negatif dan positif pada perubahan iklim
telah kita rasakan hampir pada semua sektor. Salah satunya di bidang kelautan
dan perikanan. Dampak negatif pada bidang kelautan adalah terjadinya kenaikan
permukaan air laut akibat kenaikan suhu udara. Hasil kajian IPCC (Inter Panel
Climate Change), dalam kurun 1850-2005 telah terjadi kenaikan tinggi permukaan
air laut sampai 0,17 meter dengan kenaikan rata-rata 1,8 mm per tahun.
Hasil kajian Bakosurtanal di beberapa lokasi di Indonesia
pada 2002 cukup mencengangkan bahwa kenaikan air laut rata-rata telah mencapai
8 mm per tahun dan diperkirakan pada 2070 air laut akan naik mencapai 60 cm.
Perubahan iklim tersebut, menurut IPCC, disebabkan ulah manusia, di mana dalam
aktifitasnya manusia melakukan pembakaran yang menghasilkan gas rumah kaca dan
pembukaan lahan.
Artikel terkait lainnya:
• Pengaruh Iklim Terhadap Tanah
• Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Iklim di Indonesia
• Jenis Iklim - Iklim Yang Terjadi Di Indonesia
• Pengaruh Cuaca dan Iklim Terhadap Kehidupan Manusia
• Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Pangan Nasional
Artikel terkait lainnya:
• Pengaruh Iklim Terhadap Tanah
• Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Iklim di Indonesia
• Jenis Iklim - Iklim Yang Terjadi Di Indonesia
• Pengaruh Cuaca dan Iklim Terhadap Kehidupan Manusia
• Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Pangan Nasional
Dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim telah
menimbulkan berbagai masalah terhadap lingkungan yang akhirnya berpengaruh
terhadap sosial dan ekonomi masyarakat. Banyak tempat di dunia, frekuensi dan
intensitas bencana ini cenderung meningkat (Silvakumar, 2005). Banjir dan badai
mengakibatkan 70% dari total bencana dan sisanya 30% diakibatkan kekeringan,
longsor, kebakaran hutan, gelombang panas, dan lain-lain.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, dalam dua tahun
saja yaitu 2005-2007, Indonesia telah kehilangan 24 pulau kecil karena
tenggelam. Dari 24 pulau yang tenggelam itu, 3 pulau di Aceh, 3 di Sumatera
Utara, 3 di Papua, 5 di Kepulauan Riau, 2 di Sumatera Barat, 1 di Sulawesi
Selatan, dan 7 pulau di Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau-pulau ini tenggelam
akibat erosi air laut yang diperburuk oleh kegiatan penambangan untuk
kepentingan komersial.
Selain itu, bencana tsunami Aceh 2004 juga berdampak pada
tenggelamnya tiga pulau kecil stempat. Kehilangan pulau-pulau kecil ini,
terutama yang berada di daerah perbatasan dengan negara lain, akan berdampak
hukum yang merugikan Indonesia. Karena dengan kehilangan pulau-pulau tersebut
(yang semula jadi penentu tapal batas negara) wilayah perairan Indonesia akan
berkurang.
Dalam menghadapi perubahan iklim ada dua kebijakan besar
yang harus dilakukan yaitu mitigasi yang dapat diartikan sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, dan upaya mitigasi
yang difokuskan pada penggunaan energi, di mana kebijakan mix energi
menggunakan energi terbarukan yang semula hanya 5% sekarang menjadi 17%.
Selain itu, dilakukan kebijakan konservasi energi dan
penggunaan teknologi ramah lingkungan seperti Carbon Capture Storage (CCS). Di
Aceh melalui mekanisme REDD dan CDM. Sebagai ilustrasi, kalau dulu di Aceh
sektor ekonominya ditunjang oleh perdagangan kayu, maka ke depan sektor kehutanan
diarahkan pada environmental service seperti REDD dan CDM.
Selain kekeringan, anomali curah hujan juga menghasilkan
efek curah hujan yang ekstrem pada musim penghujan. Fenomena ekstremitas ini
mengakibatkan hamparan lahan pertanian tergenang yang akhirnya merusak
pertanaman. Penurunan hasil tanaman karena pengaruh genangan ditentukan oleh
lama genangan dan fase pertumbuhan tanaman. Genangan pada tanaman
kacang-kacangan yang terjadi pada fase vegetatif menurunkan hasil biji sebesar
124 kg/ha/ hari. Sementara itu, genangan pada fase reproduktif dapat menurunkan
hasil biji hingga 157 kg/ha/hari.
Masih terkait dengan peningkatan suhu harian dan frekuensi
kekeringan, ke depan akan semakin banyak ditemukan lahan yang menurun tingkat
kesesuaiannya bagi komoditas pertanian disebabkan oleh tingkat kegaraman lahan
yang cukup tinggi (salinitas). Efek salinitas terjadi karena meningkatnya
konsentrasi garam di lahan sebagai akibat dari penurunan kandungan lengas tanah
yang ditimbulkan dari tingginya evaporasi lahan yang dipicu oleh peningkatan
temperatur harian. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan efek
salinitas ini menginformasikan bahwa sebagian besar hasil tanaman pertanian
akan menurun apabila daya hantar listrik lahannya sudah mencapai 4,8 ds/ m.
Karena itu, diprediksikan bahwa efek salinitas tidak hanya terbatas pada
kawasan lahan yang dekat dengan laut, tetapi akan semakin meluas ke daerah
pedalaman.
Sementara itu, meningkatnya permukaan air laut sebagai
akibat pencairan es di kutub juga akan memunculkan risiko efek salinitas di
kawasan lahan yang berbatasan dengan laut sebagai akibat dari terjadinya
intrusi air laut. Data dari Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada tahun
2011 menginformasikan akan terjadinya peningkatan intrusi air laut di beberapa
wilayah Indonesia terutama kawasan pantai di Pulau Jawa pada 20 tahun mendatang
akibat peningkatan permukaan air laut serta eksploitasi air tanah yang
berlebihan.
Meskipun sebagian besar dampak dari perubahan iklim bersifat
negatif, terdapat beberapa dampak positif dari perubahan iklim global, salah
satunya yaitu peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmosfer. Kondisi
ini memberikan peluang bagi tanaman untuk meningkatkan produksi bahan keringnya
sehingga bisa dipergunakan untuk mengkompensasi pengaruh negatif dari cekaman
suhu tinggi, kekeringan, genangan dan salinitas. Salah satu hasil penelitian
yang dilakukan pada kacang-kacangan dengan simulasi cekaman suhu tinggi dan
kekeringan mengindikasikan peningkatan konsentrasi CO2 mampu menghilangkan
pengaruh negatif dari cekaman lingkungan yang ada.
Meski terdapat dampak positif di antara sekian banyak dampak
negatif dari perubahan iklim, hal ini dapat membahayakan ketahanan pangan
nasional kita. Karenanya tetap diperlukan langkah-langkah strategis yang tepat
dan efektif untuk mempertahankan produksi pangan pada level tinggi. Penulis
mendorong beberapa langkah strategis yang di antaranya yaitu pertama,
penggunaan varietas yang sesuai. Kedua, pemanfaatan air hujan secara efisien melalui
pemanenan air hujan (rain water harvesting) dan air banjir (flood water
harvesting). Beberapa teknologi pemanenan air yang dapat diaplikasikan yaitu
pembuatan embung dan dam parit.
Antisipasi perubahan iklim melalui penataan ruang yang
berbasis pada antisipasi terhadap resiko bencana. Di sektor kelautan dan
perikanan kejadian perubahan iklim diwakili pada bentuk kenaikan suhu perairan,
penurunan kelarutan oksigen, perubahan curah hujan dan ketersediaan air,
peningkatan frekuensi dan intensitas badai, mencairnya es di kutub, naiknya
paras laut dan hilangnya pulau-pulau kecil.
Dampak terhadap perikanan telah menimbulkan perubahan laju
pertumbuhan ikan, pola ruaya, waktu reproduksi dan perubahan rekrutmen dan
mortalitas ikan. Namun demikian masih kurang kajian terhadap respons ikan per
spesies terhadap perubahan iklim. Kemungkinan akibat perubahan iklim akan
terjadi peningkatan kepunahan pada spesies tertentu.
Hasil kajian di bidang perikanan tangkap menunjukkan
terjadinya penurunan jumlah hasil tangkap nelayan dan jenis ikan tertentu tidak
ditemukan lagi. Ini diperkirakan sebagai dampak perubahan iklim, sehingga ada
ikan-ikan tertentu tidak sanggup beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Sementara pada perikanan budidaya telah menimbulkan perubahan zona budidaya,
tingkat produksi, dan berkurangnya persediaan air tawar, serta perubahan
spesies budidaya.
Di bidang perikanan tangkap, adaptasi lebih diarahkan pada
pengelolaan dan tidak semata-mata mengoptimalkan hasil tangkap. Tetapi lebih
kepada peningkatan kapasitas adaptasi dan resiliensi berbasis ilmiah menuju
kesehatan dan kelestarian ekosistem. Pada bidang budidaya, adaptasi terhadap
perubahan dapat dilakukan dengan mengembangkan spesies yang toleran terhadap
suhu tinggi, spesies yang cepat tumbuh, pemberian pakan yang rendah emisi,
diversifikasi usaha budidaya.
Aspek penting dampak perubahan iklim pada sektor kelautan
dan perikanan yaitu tekanan terhadap ekosistem, komunitas pesisir, ketahanan
pangan, dan kenyamanan wilayah. Tekanan terhadap ekosistem telah menimbulkan
kerusakan terhadap terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan asuhan bagi
ikan, sehingga menurunkan populasi ikan di laut yang akhirnya mempengaruhi
ekonomi nelayan dengan rendahnya hasil tangkapan. Kenaikan suhu pada substrat
pasir juga telah mempengaruhi daya tetas telur penyu yang menyebabkan
populasinya berkurang dan terancam punah.
Pada aspek komunitas dan kenyamanan wilayah pesisir,
perubahan iklim telah mempengaruhi perekonomian nelayan di antaranya
meningkatnya bencana badai, air pasang, gelombang tinggi yang kesemuanya telah
mempengaruhi menghambat aktivitas nelayan terutama nelayan perikanan tangkap
yang akhirnya mempenguruhi penghasilan untuk membiaya kebutuhan keluarga
nelayan.
Di bidang pangan, diperkirakan akan terjadi kelangkaan
pangan khususnya dari protein hewani ikan di bidang perikanan tangkap, sehingga
perikanan ke depan cendrung diarahkan pada perikanan budidaya yang jenis
komoditas budidayanya toleran terhadap suhu tinggi dan mungkin salinitas
tinggi.
Menanggapi dan menangani permasalahan perubahan iklim di
sektor perikanan dan kelautan, pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan seperti
terlampir pada Perpres 61/2011, di antaranya melakukan riset karbon laut di
perairan Indonesia, mengkaji kemampuan laut menghadapi perubahan iklim,
mengimplementasikan Indonesian Global Ocean Observation System (INAGOOS), dan implementasi riset Indo-China Ocean and
Climate Research Centre.