Pengaruh Pemberian Limbah Cair Tahu Terhadap Laju Pertumbuhan Relatif Populasi Spirulina
Laju pertumbuhan relatif Spirulina sp. dalam penelitian
digunakan sebagai parameter utama.
Daftar laju pertumbuhan relatif populasi Spirulina sp.
Perlakuan
(ml/L) Ulangan Jumlah Rerata
I II III
A = 0 0,0135 0,0097 0,0019 0,0251 0,0084
B = 32 0,3395 0,4083 0,3588 1,1006 0,3669
C = 64 0,3695 0,3825 0,3478 1,0978 0,3659
D = 96 0,2290 0,2746 0,3096 0,8132 0,2711
E = 128 0,1112 0,1551 0,1843 0,4506 0,1502
Total 3,4873 1,1625
Dari data di atas menunjukan bahwa nilai pertumbuhan relatif
populasi Spirulina sp. setiap perlakuan berbeda. Perlakuan A (dosis limbah cair
tahu 0 mg/l) memberikan laju pertumbuhan relatif sebesar 0,0084; B (dosis 31
mg/l) sebesar 0,3669; C (dosis 64 mg/l) 0,3659; D (dosis 93 ml/l) sebesar
0,2711 dan E (dosis 124 mg/l) sebesar 0,15021.
Berdasarkan analisis kovarian maka dapat dibuktikan bahwa
pemberian limbah cair tahu dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata tehadap laju pertumbuhan relatif populasi Spirulina sp.
Hal tersebut terbukti dari F hitung lebih besar dari F tabel 1 % (P<0,01).
Dari uji BNT membuktikan bahwa perlakuan B adalah yang
terbaik dengan pertumbuhan relatif sebesar 0,3669, tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan C yang mempunyai laju pertumbuhan relatif sebesar 0,3659.
Sementara untuk perlakuan D,E dan A masing-masing sebesar 0,2711; 0,1502 dan
0,0084, cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan B dan C.
Berdasarkan uji (BNT) yang telah dilakukan, perlakuan B
merupkan perlakuan dengan dosis terbaik, karena dapat menghasilkan laju
pertumbuhan relatif terbesar. Besarnya nilai laju pertumbuhan relatif tersebut
dimungkinkan karena pemberian limbah cair tahu sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara efektif, selain itu bisa juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang menunjang untuk pertumbuhan Spirulina
sp.
Pada dosis pemberian limbah cair tahu di atas 31 mg/l laju
pertumbuhan relatif Spirulina sp. terus mengalami penurunan seperti yang
terjadi pada perlakuan E sebagai dosis maksimal yang menghasilkan laju
pertumbuhan relatif sebesar 0,1502. Penurunan tersebut diduga bahwa nutrien
yang berlebih tidak dimanfaatkan secara efektif sehingga akan menghasilkan
tumpukan bahan organik yang bersifat racun dan pada akhirnya dapat menghambat
pertumbuhan. Jika nutrien diberikan pada media kultur dalam jumlah berlebih
maka bersifat racun yang dapat menghambat pertumbuhan, karena dengan adanya
sifat racun maka efektivitas metabolisme sel secara langsung akan terganggu
(Hastuti, DS dan H. Handajani, 2001).