Sifat - Sifat Kode Genetik
Kode genetik mempunyai sifat-sifat yang akan dijelaskan
sebagai berikut.
1. Kode genetik
bersifat universal. Artinya, kode genetik berlaku sama hampir di setiap spesies
organisme.
2. Kode genetik
bersifat degenerate atau redundant, yaitu bahwa satu macam asam amino dapat
disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Sebagai contoh, treonin dapat
disandi oleh ACU, ACC, ACA, dan ACG.
Sifat ini erat kaitannya dengan sifat wobble basa ketiga, yang artinya
bahwa basa ketiga dapat berubah-ubah tanpa selalu disertai perubahan macam asam
amino yang disandinya. Diketahuinya sifat wobble bermula dari penemuan basa
inosin (I) sebagai basa pertama pada antikodon tRNAala ragi, yang ternyata
dapat berpasangan dengan basa A, U, atau pun C.
Dengan demikian, satu antikodon pada tRNA dapat mengenali lebih dari
satu macam kodon pada mRNA.
3. Oleh karena tiap
kodon terdiri atas tiga buah basa, maka tiap urutan basa mRNA, atau berarti
juga DNA, mempunyai tiga rangka baca yang berbeda (open reading frame). Di
samping itu, di dalam suatu segmen tertentu pada DNA dapat terjadi transkripsi
dan translasi urutan basa dengan panjang yang berbeda. Dengan perkataan lain,
suatu segmen DNA dapat terdiri atas lebih dari sebuah gen yang saling tumpang
tindih (overlapping). Sebagai contoh,
bakteriofag фX174 mempunyai sebuah untai tunggal DNA yang panjangnya lebih
kurang hanya 5000 basa. Seandainya dari urutan basa ini hanya digunakan sebuah
rangka baca, maka akan terdapat sekitar 1700 asam amino yang dapat disintesis.
Kemudian, jika sebuah molekul protein rata-rata tersusun dari 400 asam amino,
maka dari sekitar 1700 asam amino tersebut hanya akan terbentuk 4 hingga 5 buah
molekul protein. Padahal kenyataannya, bakteriofag фX174 mempunyai 11 protein
yang secara keseluruhan terdiri atas 2300 asam amino. Dengan demikian, jelaslah
bahwa dari urutan basa DNA yang ada tidak hanya digunakan sebuah rangka baca,
dan urutan basa yang diekspresikan (gen) dapat tumpang tindih satu sama lain.
Protein rIIB pada T4 mempunyai bagian-bagian yang di
dalamnya dapat terjadi perubahan urutan asam amino. Perubahan ini dapat
berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap fungsi proteinnya. Jika dua strain
mutan T4 yang satu sama lain mengalami mutasi berbeda di dalam bagian protein
rIIB disilangkan melalui infeksi campuran pada suatu inang, maka T4 tipe liar
akan diperoleh sebagai hasil rekombinasi genetik antara kedua tempat mutasi
yang berbeda itu. Akan tetapi, ketika kedua strain mutan rIIB yang disilangkan
merupakan strain-strain yang diseleksi secara acak (tidak harus mengalami
mutasi yang berbeda), ternyata tidak selalu diperoleh tipe liar. Hasil ini
menunjukkan bahwa strain-strain mutan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
strain + dan strain -. Dalam hal ini, strain + tidak harus selalu mutan adisi,
dan strain – tidak harus selalu mutan delesi. Namun, sekali kita menggunakan
tanda + untuk mutan adisi berarti strain + adalah mutan adisi. Begitu pula
sebaliknya, sekali kita gunakan tanda + untuk mutan delesi berarti strain +
adalah mutan delesi.