Kondisi Anak Jalanan di Indonesia
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan
persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan
merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang
tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah”
bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara.
Baca juga: Bercermin kepada Semangat Putra Putri di Pelosok Negeri
Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Pada tahun 2008 jumlah anak jalanan sekitar 8.000 orang,
pada tahun 2009 jumlah mereka mencapai lebih dari 12.000 jiwa. Dan pada tahun
2010, ketika pertama kali dilakukan pendataan secara nasional, ditemukan ada
sekitar 240.000 anak jalanan di 12 kota besar di Indonesia. Angka yang
fantastik jika sekarang pada tahun 2011 ini angka tersebut mengalami kenaikan
lagi. Padahal, Pemprov DKI menjadikan penekanan jumlah anak jalanan sebagai
salah satu agenda kerja prioritas tahun lalu. Oleh karena itu, sebagai sesama
manusia sudah selayaknyalah kita membuat suatu kontribusi yang dapat membantu
anak-anak kurang beruntung tersebut dengan cara apapun yang dapat kita usahakan
sebagai suatu penghormatan terhadap sesama manusia ciptaan-Nya.
Baca juga: Bercermin kepada Semangat Putra Putri di Pelosok Negeri
Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Sekitar 5-7% dari mereka, mengaku lari dari rumah karena
k3k3r4s*n dalam rumah tangga. Setiap tahun, jumlah anak jalanan terus
meningkat. Direktorat Jenderal Pelayanan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial
pada 2009 mencatat ada 5,4 juta anak terlantar di seluruh Indonesia.
Itu baru soal k3k3r4s*n terhadap anak. Eksploitasi ekonomi atas
anak juga masih menjadi masalah besar di Indonesia. Pada tahun 2000, Badan
Pusat Statistik menemukan ada 2,1 juta anak di Indonesia yang bekerja pada
situasi buruk. Sekitar 50% dari total pekerja anak itu, bekerja sampai 35 jam
seminggu.
Minimnya niat politik pemerintah dan peran serta masyarakat
dalam perlindungan anak juga tercermin dari peningkatan angka k3k3r4s*n anak.
Sepanjang 2010, Komnas Perlindungan Anak menerima 2.335 pengaduan mengenai
kasus k3k3r4s*n terhadap anak. Angka ini meningkat dari jumlah pengaduan di
2009, yakni 1.998 kasus. Dari total pengaduan yang masuk ke Komnas Perlindungan
Anak, sebanyak 62,7% adalah k3k3r4s*n s3ksual dalam bentuk sodomi, perkosaaan, pencabulan, serta incest. Selebihnya
adalah k3k3r4s*n fisik dan psikis.
Peningkatan angka k3k3r4s*n ini menyingkap wajah lain dari
mereka yang seharusnya menjadi penanggung jawab kemaslahatan anak. Data Komnas
Anak menunjukkan bahwa k3k3r4s*n terhadap anak acap kali terjadi di lingkungan
terdekat, seperi di rumah tangga, sekolah, Lembaga Pendidikan, dan lingkungan
anak. Pelakunya pun tidak jauh-jauh dari sekeliling mereka seperti orangtua,
paman, guru, teman-teman, bapak/ibu
angkat, maupun ayah/ibu tiri.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup dan
masa depan anak-anak sangat memperihatinkan, padahal mereka adalah aset,
investasi SDM dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan
kualitas hidup anak kita memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara
juga kurang menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari
anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).