Definisi, Tujuan, dan Sejarah Irigasi Teknis
Sejarah Irigasi
Arsip paling awal yang di gali dalam penggunaan irigasi
pertama adalah Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil sekitar 5000 SM.
Tahun 2100 SM merinci sistem yang digunakan salah satunya
saluran sepanjang 19 km (12 mil) yang menyalurkan Sungai Nil untuk dialirkan ke
danau Moeris.
Bangsa Sumeria membuat irigasi yang lebih besar disertakan
Mesopotamia (sekarang Selatan Iraq) sejak 2400 SM. Cina mempunyai irigasi sejak
2200 SM.
Peru juga membangun sistem canggih sebelum Masehi, dan pada
waktu yang sama orang Amerika Asli mempunyai lebih dari 101,000 hektar (250,000
akre) lahan yang diairi di Salt River Lembah Arizona.
Diantara alat untuk pengangkatan air dari sungai ketempat
yang tinggi adalah bangsa Mesir Shadoof, yang mana suatu keranjang ditempatkan
pada ujung sebatang kayu suatu kutub counterweighted. Sedangkan kincir air
digunakan oleh bangsa Persia dan India sejak saat ini, juga termasuk Indonesia.
Suatu metode yang jauh lebih maju adalah pembuatan bendung,
dimana tinggi air dapat di atur sesuai kebutuhan dengan mengatur tinggi
bendung. Air bisa diangkat untuk suatu tingkatan yang diinginkan. Air kemudian
mengalir dengan gaya berat melalui saluran atau areal yang lebih rendah yagn
diinginkan.
Metoda ini telah dipraktekkan secara besar-besaran pada awal
peradapan, penggunaan struktur tanah yang sederhana. Hal itu merupakan prinsip
yang sama pada irigasi modern, dengan menggunakan struktur beton besar seperti
Bendungan Great Coulee di Washington.
Definisi Irigasi Teknis
Irigasi secara umum didefinisikan sebagi penggunaan air pada
tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman (Vaughn E. Hanson dkk. Dasar-Dasar dan Praktik Irigasi, 1984).
Irigasi adalah penyaluran air yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusikannya secara
sistematis. Perancangan irigasi disusun terutama berdasarkan kondisi
meteorologi di daerah yang bersangkutan dan kadr air yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman (Suyono Sosrodarsono. Hidrologi untuk Pengairan. 1977).
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuatan
bangunan air untuk menunjang usaha pertanian, termasuk didalamnya tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan (Direktorat Jenderal
Pengelolaan Lahan dan Air, 2009).
Irigasi merupakan suatu sistem yang tidak bersifat mandiri,
melainkan saling bekaitan dengan sistem lainnya yang lebih luas. Sebagai contoh
irigasi sebagai unit produksi merupakan subsistem dari pertanian dan merupakan
unit hidrologis dari subsistem Daerah Aliran Sungai (DAS). (Efendi Pasandaran
dan Donald C. Taylor, 1982).
Irigasi teknis adalah jaringan irigasi ini terdapat
pemisahan antara saluran pembawa dan pembuang, setiap bangunan pembagi/sadap
selalu dilengkapi dengan alat ukur debit.
Peran irigasi teknis sangat penting dalam pemenuhan produksi
pangan nasional. Dari luas wilayah
irigasi yang telah di bangun pemerintah sampai dengan tahun 2009 adalah 7.2
juta ha, menyumbang produksi beras nasional seperti pulau Jawa dan Sumatera
memnerikan kontribusi paling besar dan disusul dengan Sulawesi, Kalimantan dan
Nusa Tenggara serta Bali, sementara Maluku dan Papua merupakan lumbung pada
yang mulai dikembangkan. Demikian dikatakan Plt
Direktur jenderal Sumber Daya Air Moch. Amron dalam dialog dengan RRI
Pro2 fm 15 Maret 2010.
Dari beberapa sawah beririgasi teknis seluas 799 ribu ha
(11.05%) mendapatkan pasokan air irigasi
dari waduk dan 6.4 juta ha (88.95%) mendapatkan pasokan air langsung dari
sungai. Perhitungan produksi beras yang dihasilkan adalah luas irigasi dengan
intensitas tanam untuk sawah yang terdiri oleh waduk atau bendungan dikalikan
produktivitas tanam.
Tujuan Irigasi Teknis
Tujuan irigasi teknis secara umum adalah untuk:
1. Menambah air kedalam tanah untuk menyediakan cairan yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
2. Menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang
pendek
3. Mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan
kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman.
4. Mengurangi bahaya pembekuan.
5. Mencuci dan mengurangi garam dalam tanah.
6. Mengurangi bahaya erosi tanah.
7. Melunakan pembajakan dan gumpalan tanah.
8. Memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena
penggumpalan.
Sedangkan tujuan irigasi secara spesifik adalah untuk
mengambil air dari sumbernya (diverting), membawa atau mengalirkan air dari
sumber ke lahan pertanian (conveying), mendistribusikan air kepada tanaman
(distributing), dan mengatur serta mengukur aliran air (regulating and
measuring).
Konsep irigasi yang akan diterapkan harus sesuai dengan
keadaan lingkungan. Berdasarkan ketersediaan air irigasi, konsep irigasi dibagi
menjadi tiga yaitu:
1. Irigasi aliran kontinue, pemberian air irigasi secara
terus menerus biasa diterapkan di daerah dengan kondisi air irigasi melimpah.
2. Irigasi putus-putus, pemberian air irigasi secara berkala
dengan interval tertentu disesuaikan dengan kebutuha tanaman biasa diterapkan
pada lahan dengan kondisi air irigasi kurang atau tidak berlimpah.
3. Irigasi aliran balik, penggunaan iar irigasi secara
berulang biasa dilakukan di daerah dengan kondisis air irigasi sangat kurang.
Pemberian air irigasi dapat dilakukan dengan lima cara yaitu
dengan cara penggenangan (flooding), menggunakan alur besar atau kecil,
mengguanakan air bawah tanah sebagai subirigasi sehingga air permukaan tanah
naik, penyiraman (sprinkling) dan sistem cucuran (trickle).
Aplikasi irigasi teknis alternatif adalah aplikasi irigasi
teknis yang bukan berbasis kepada jaringan saluran air yang hanya mengandalkan
gravitasi air dari sungai atau waduk.
Aplikasi irigasi alternatif hampir selalu membutuhkan pemompaan air.
Cara yang lazim dipergunakan dewasa ini di Indonesa, khususnya di Pulau Jawa,
umumnya mengandalkan kepada pemompaan dengan motor berbahan bakar minyak bensin
atau solar. Untuk tanaman palawija di Pulau Jawa misalnya, dibutuhkan biaya
untuk pembelian bahan bakar minyak sekitar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu untuk irigasi per hektar pada setiap hari
irigasi pada kondisi kesulitan air. Biaya irigasi tersebut sebenarnya lebih
besar dari itu, karena masih harus ditambahkan biaya pembelian motor dan pompa,
serta upah tenaga kerja untuk irigasi.
Percobaan awal yang dilakukan pada field station oleh pengaju proposal
ini, mengindikasikan bahwa ongkos total irigasi tersebut bisa diturunkan
menjadi hanya 15%-25%, artinya penurunan ongkos antara 75% hingga 85%, bila
digunakan aplikasi irigasi alternatif berbasis prime mover kincir angin –
dengan berbagai alternatif sistem pemompaan dan penyaluran, sekalipun pada
wilayah dengan angin berkecepatan rendah di Indonesia. Potensi penurunan total
ongkos tersebut menjajikan prospek terobosan teknologi yang perlu untuk dikaji
lebih lanjut untuk kondisi-kondisi spesifik tertentu, karena berpotensi untuk
mempunyai dampak yang signifikan untuk membantu petani, termasuk potensi untuk
mengurangi kemiskinan di perdesaan, dan mendukung upaya untuk meningkatkan
ketahanan pangan nasional.
Kesimpulan
1. Arsip paling awal yabg di gali dalam penggunaan irigasi
pertama adalah Bangsa Mesir sepanjang sungai Nil sekitar 5000 SM.
2. Irigasi teknis adalah jaringan irigasi ini terdapat
pemisahan antara saluran pembawa dan pembuang, setiap bangunan pembagi/sadap
selalu dilengkapi dengan alat ukur debit.
3. Tujuan irigasi secara umum adalah untuk:
a. Menambah air kedalam tanah untuk menyediakan cairan yang
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
b. Menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang
pendek
c. Mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan
kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman.
d. Mengurangi bahaya pembekuan.
e. Mencuci dan mengurangi garam dalam tanah.
f. Mengurangi bahaya erosi tanah.
g. Melunakan pembajakan dan gumpalan tanah.
h. Memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena
penggumpalan.