-->

[Jawaban] Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting Pada Masa Kerajaan Sriwijaya

Berikut dibawah ini jawaban terbaik dari pertanyaan "mengapa selat malaka mempunyai peranan penting pada masa kerajaan sriwijaya?"

Jawaban:

Karena pada saat itu selat Malaka merupakan jalur transportasi perdagangan dunia, sehingga banyak kapal kapal melewati dan singgah di selat Malaka, Selat malaka adalah selat yang paling penting untuk perdagangan internasional jaman dahulu karena selat malaka menghubungkan antara daerah timur tengah dan eropa ke daerah asia seperti cina dan lain-lain. Selat malaka juga merupakan daerah yang berbahaya karena banyak sekali terdapat kelompok bajak laut menurut banyak sumber sejarah. Kerajaan sriwijaya sebagai kerajaan yang berdiri di dekat selat malaka adalah kerajaan maritim yang mempunyai angkatan laut yang kuat sehingga bisa menjaga keamanan kapal-kapal dagang internasional di sana dan sebagai imbalan mereka akan membayar pajak atau berdagang dengan kerajaan sriwijaya.

Selat Malaka adalah salah satu titik penting pada masa kejayaan Sriwijaya. Pada masa kuno, manusia dari berbagai belahan dunia sudah melakukan perdagangan jarak jauh melewati jalur laut dan salah satu cara masuk ke daerah cina dari eropa atau sebaliknya adalah sari laut yang melewati selat malaka. Kerajaan sriwijaya pada masa itu memiliki angkatan laut yang kuat sehingga mereka berperan penting bagi keselamatan kapal-kapal dagang internasional yang melewati selat malaka karena di sana banyak terdapat bajak laut yang sering membajak kapal-kapal dagang. Dengan angkatan laut yang kuat, kerajaan sriwijaya sering mendapatkan keuntungan dari kapal-kapal dagang yang melewati daerah perairan sriwijaya dan membawanya ke masa kejayaan. Baca: Kerajaan Gowa Tallo [Materi Pembelajaran Paling Lengkap]

Sejak berabad-abad Selat Malaka menghubungkan subkontinen India dengan bagian timur dan tenggara Asia dan juga menjembatani Eropa dengan China sebagai alternatif bagi „Jalan Sutera“ di sebelah utara. Saat ini, kebanyakan perdagangan Eropa dengan China dan Jepang dilakukan melalui jalur Selat Malaka. Sejumlah besar dari permintaan energi Jepang bergantung pada pengakutan minyak dengan kapal dari negara-negara Teluk melalui Selat Malaka. 

Negara-negara yang berbatasan dengan Selat Malaka, yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia dan Singapura membentuk poros wilayah ASEAN yang merupakan salah satu tonggak pertumbuhan Asia. Wilayah Selat Malaka kaya akan sumber daya alam, misalnya dari perikanan hingga kawasan rawa bakau dan hutan hujan, dari pertambangan timah hingga gas dan ladang minyak. Tapi wilayah ini juga sarat dengan masalah, misalnya kerusakan akibat gelombang air pasang (tsunami) dan juga polusi yang berasal dari kegiatan pelayaran dan industri. 

Sejumlah area yang berbatasan dengan Selat Malaka terpuruk akibat masalah kemiskinan, migrasi ilegal antarkawasan di selat dan penipisan sumber alam. Stabilitas yang sangat bersifat politik dari wilayah Selat Malaka terancam oleh kerusuhan di Sumatera Utara, Riau dan Thailand Selatan serta perompakan yang meluas. Meskipun demikian, potensi pertumbuhan di wilayah ini luar biasa besarnya dan hanya sebagian direalisasikan lewat segi tiga pertumbuhan SIJORI di Singapura, Johor (Malaysia) dan Riau (Indonesia); di kawasan pertumbuhan industri di sebelah barat Malaysia yang berbatasan dengan Selat Malaka; di kawasan industri sekitar Penang (Malaysia) dan di kawasan pembangunan pariwisata internasional di pulau Langkawi (Malaysia) dan Phuket (Thailand). 

Kesimpulan argumentasi: Selat Malaka memainkan peranan strategis yang penting bagi perdagangan dunia dan pembangunan regional. Wilayah ini rentan terhadap kerusuhan sosial, politik dan bencana alam, namun juga menyimpan peluang-peluang besar bagi perkembangan ekonomi dan sosial. 

Perdagangan dunia, termasuk khususnya sumber energi dunia, harus melewati „jalur sempit“ tertentu antara kawasan produksi dan tujuan akhirnya. Salah satu dari jalur sempit ini adalah Selat Malaka, koridor laut yang menghubungkan Laut China dengan Samudera Hindia. Karena jalur yang dapat dilayari di Selat Malaka pada ruas tertentu lebarnya hanya kurang dari satu mil nautik, ruas-ruas tersebut menimbulkan sejumlah kemacetan berarti bagi lalu lintas internasional.  Jalur melalui selat ini adalah jalan laut terpendek dari Tanduk Afrika dan Teluk Persia ke Asia Timur dan Samudera Pasifik. Tetapi Selat Malaka bukan hanya koridor bagi lalu lintas laut dari timur ke barat atau barat ke timur saja. Komunikasi lintas-selat juga meningkat, mengintegrasikan provinsi dan negara pada masing-masing kedua sisi selat. Baca: Kehidupan Ekonomi, Politik, dan Sosial Budaya Kerajaan Gowa Tallo

Peta Wilayah Selat Malaka 

  
[Jawaban] Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting Pada Masa Kerajaan Sriwijaya

Bila sebelumnya lalu lintas kapal melalui Selat Malaka dibatasi, saat ini sejumlah besar layanan feri menawarkan jasa angkutan penumpang antara pelabuhan-pelabuhan kecil di Malaysia dan Indonesia. Jaringan-jaringan sosial lintas batas memang berbeda secara etnis, namun terjalin rapat dan membentuk hubungan erat antara masyarakat diaspora di kedua sisi Selat Malaka atau menghubungkan diaspora dengan tempat asalnya. Dengan demikian, keragaman budaya di Selat Malaka mengusung peluang besar bagi perkembangan ekonomi dan sosial dari negara-negara pesisir seperti Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand. Meskipun demikian, perdamaian dan stabilitas di wilayah itu adalah prasyarat bagi perkembangan regional, pasokan energi yang lancar dan perdagangan internasional antara Uni Eropa dan Asia Timur. 

Dalam sejarah Selat Malaka memainkan peranan penting pada pembentukan kerajaan di pesisir, wilayah-wilayah atau negara, misalnya Sriwijaya, Malaka, Johor, permukiman Selat Malaka dan belakangan Malaysia, Indonesia dan Singapura. Selat Malaka tidak hanya kaya akan sumber daya maritim, tetapi juga merupakan salah satu jalur perlayaran yang tertua dan tersibuk di dunia. Selat ini merupakan jalur utama bagi lalu lintas kargo dan manusia antara wilayah Indo-Eropa dan wilayah lainnya di Asia serta Australia. Ini adalah jalur laut timurbarat yang terpendek jika dibandingkan dengan Selat Makasar dan Lombok di Indonesia. 

Setiap tahun, barang-barang dan jasa bernilai milyaran Euro melewati wilayah tersebut. Selat Malaka adalah salah satu wilayah yang paling rentan di dunia karena berpotensi tinggi untuk terrjebak dalam konflik politik dan bencana lingkungan. Daerah-daerah yang berbatasan dengan Selat Malaka merupakan wilayah keanekaragaman hayati tinggi dan lingkungan yang peka. Kawasan-kawasan tersebut adalah salah satu ‘hotspot’ keanekaragaman hayati dunia yang dinamakan ‘Sunda hotspot’.  Keanekaragaman itu terancam melalui pembalakan di hutan-hutan hujan yang masih tersisa di Sumatera dan Semenanjung Malaysia dan kerentanan ekologisnya meningkat, misalnya melalui penyusutan hutan bakau di wilayah pesisir dan melalui ancaman pencemaran minyak. Proses ekologis, sosial, politik dan ekonomi di Selat Melaka terkait sangat erat satu dengan lainnya dan tidak dapat dipisahkan. 

Sengketa menyangkut perbatasan antara Singapura, Malaysia dan Indonesia, pertikaian mengenai eksploitasi sumber alam di pesisir, seperti pasir dan batu kerikil, air bersih atau produk maritim, memperkeruh hubungan politik negara-negara yang bertetangga. Gerakan separatis di Thailand Selatan, Aceh dan di Riau, kelompok bajak laut dan juga kelompok islam berhaluan keras mengancam keamanan di dan sepanjang Selat Malaka. Ancaman politik dan ekologis menciptakan situasi rentan yang semakin meningkat bersamaan dengan waktu. 

Namun, Selat Malaka tidak hanya sebuah jalur bagi lalu lintas laut dari timur ke barat saja, tetapi juga merupakan lintas jalan budaya dan masyarakat. Dengan semakin dekatnya integrasi ekonomi antardaerah di Selat Malaka, komunikasi juga semakin meningkat. Jaringan sosial lintas batas memang berbeda secara etnis, namun terintegrasi erat. Keanekaragaman budaya di wilayah Selat Malaka secara tradisi sangat tinggi karena membaur dengan pertukaran intelektual dan masyarakat yang bermigran sepanjang poros timur-barat. 

Ini melibatkan harmoni’ interetnik pada ekonomi Singapura yang berbasis pengetahuan dan juga persaingan interetnik bagi pekerjaan dengan pembayaran buruk di semua negara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Kemiskinan yang merupakan imbas migrasi tenaga kerja menyebabkan peningkatan keanekaragaman etnis dan ketegangan, terutama di wilayah perkotaan. 

Melihat pentingnya kekuatan identitas etnik di wilayah ini, pemerintah-pemerintah saat ini acap kali menggunakan kebijakan berdasarkan kesukuan untuk menghindari dan/atau mengatasi ketegangan etnis dan demi stabilitas politik dan kesatuan. Pada masa lalu, kadang disengaja dan kadang tanpa sengaja, penguasa di era penjajahan menggunakan perbedaan etnis untuk memecahbelahkan dan mengekploitasi keunikan kelompok-kelompok tertentu. Kebijakan ini telah menimbulkan kerentanan ekonomi-sosial bagi penduduk masing-masing. 

Di sisi lain, solidaritas dan kepercayaan etnis telah memungkinkan jaringan perdagangan untuk bisa berfungsi dalam kondisi politik yang sulit. Dalam konteks ini, jaringan perdagangan lintas batas seperti yang diciptakan para perantau China di wilayah Selat Malaka, telah digambarkan dan dianalisa secara rinci (Menkhoff dan Gerke 2002), namun jaringan kelompok etnis lainnya masih harus diteliti. Meskipun demikian, bisa diasumsi bahwa khususnya jaringan etnis lintas batas dapat mengintegrasikan wilayah, mengangkat ekonomi dan pembangunan sosial serta menciptakan stabilitas dan resiliansi sosial, setidaknya untuk jangka panjang. Jadi Selat Malaka menyimpan peluang besar untuk pembangunan ekonomi dan sosial bagi negara-negara di pesisir selat, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia dan Thailand. Selain itu, perdamaian dan stabilitas di wilayah itu merupakan prasyarat bagi pembangunan regional, suplai energi yang berkelanjutan dan perdagangan internasional misalnya antara lain dengan Uni Eropa dan Asia Timur. 

Selat Malaka dulu merupakan jalur penghubung utama antara Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan pada satu sisi dan Asia Tenggara serta  Asia Timur pada sisi lainnya. Arus barang dagangan dan pengetahuan telah mengalir melalui koridor itu dari timur ke barat dan dari barat ke timur secara terus menerus. Sebelum pulau-pulau dan semenanjung-semenanjung yang berbatasan dengan Selat Malaka dibagi oleh kekuatan penjajahan mulai pada abad ke16, Selat Malaka menghubungkan Sumatera, kepulauan Riau dan Semenanjung Thai-Malay serta menjadikannya sebuah wilayah budaya dengan banyak kaitan antaretnis, kerajaankerajaan lintas selat, jaringan-jaringan perdagangan dan agama. Hubungan-hubungan saat itu agak berkurang namun sama sekali tidak terpotong melalui kekuasaan penjajahan dan pascapenjajahan, perseteruan serta sistem dominasi. Kerajaan yang terpenting saat itu adalah Sriwijaya dan Kesultanan Aceh dan Malaka. Baca: Inilah 36 Silsilah Raja-Raja Kerajaan Gowa Tallo [Lengkap]

Tetapi sepanjang sejarah terdapat negara-negara lain atau kerajaan-kerajaan kecil di bawah kepemimpinan seorang pangeran yang mengukuh kekuasaannya melalui perdagangan yang melintasi Selat Malaka dengan cara yang berbeda. Pasai, kemudian Aceh, Indragiri dan Singapura, Johor dan Kedah merupakan contoh dari bentukan negara yang menggunakan Selat Malaka sebagai urat nadi kehidupan dan jalan menuju kemakmuran. Bagian selatan Burma dan Thailand saat itu juga berhubungan dengan Selat Malaka. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel