Budidaya Tanaman Jagung Berdasarkan Penelitian
Jagung merupakan salah satu tanaman yang mengalami adaptasi
fisiologi ini sehingga disebut juga dengan tanaman C4. Budidaya jagung di
Indonesia cukup besar, sebab jagung berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai
bahan baku divesifikasi pangan, karena mempunyai karbohidrat yang setara dengan
serealia lainnya dan fisikokimia dari pati jagung dan karakteristik fungsional
(dietary fiber, beta carotene, dan Fe) berguna untuk bahan diversifikasi
pangan.
Sebagai kunci peningkatan efesiensi usahatani, kualitas hasil
dan diversifikasi pangan yang baik maka diperlukan inovasi teknologi dalam
budidaya jagung, salah satunya dengan melakukan pemupukan. Namun, adakalanya
pemupukan pupuk anorganik/kimia di kalangan petani sudah berlebih dan tidak
efesien lagi.
Pengetahuan tentang aplikasi pupuk anorganik yang benar dan
berimbang sangat dibutuhkan oleh semua pelaku kegiatan budidaya tanaman jagung,
terlebih lagi jika jagung ditanam pada lahan rawa lebak yang memiliki sifat
kimia tanah yang memang tidak marginal tetapi memiliki tingkat kemasaman dan
kandungan pirit yang cukup dangkal dari lapisan top soil. Salah-salah pemupukan
bukannya mendatangkan hasil berlimpah malah menjadi bumerang bagi para petani.
Sebab pemupukan yang salah, berlebih dan dalam jangka waktu yang lama akan
merusak kondisi fisik, biologi dan kimia dari tanah itu sendiri. Tanah yang
tadinya subur akan mengalami penurunan kualitas yang signifikan.
Perlukah dalam budidaya jagung 3 komponen hara
essensial yang paling menunjang (N, P,
dan K) diberikan? Tentu saja jawabannya
adalah ”ya” mengingat jagung termasuk tanaman yang cukup rakus terhadap
ketersediaan hara tanah. Tetapi menurut hasil penelitian Balitsereal, bahwa
kebutuhan pupuk yang dominan pada tanaman jagung adalah pupuk Urea (unsur N 45
%) yakni 225 – 425 kg urea/ha (tergantung tingkat kesuburan tanah) sedangkan
kebanyakan petani sudah melakukan pemupukan urea berlebih dalam bertanam jagung
yakni sekitar 750 kg urea/ha.
Untuk mengkaji kebutuhan pupuk dan pengaruh pemupukan 3
komponen hara essensial terhadap pertumbuhan tanaman jagung tersebut maka
praktikum ini dilaksanakan.
Sebelum penelitian dimulai, dilakukan persiapan yang
meliputi pemilihan lahan, pengukuran lahan, pengadaan bibit jagung, pupuk
kandang kotoran ayam, pupuk urea, SP-36 dan KCL, dan bahan-bahan serta
peralatan lainnya yang dianggap perlu.
Teknik pelaksanaan meliputi beberapa macam hal yang dapat
dilihat dari penjelasan berikut ini:
1. Pengolahan Tanah
Terlebih dahulu tanah dibersihkan dari seluruh gulma,
kemudian mengolah tanah dengan menggunakan cangkul dan parang untuk
menggemburkan tanah sedalam ± 20 cm. Kemudian dibuat petakan dengan ukuran 2 m
x 2 m, jarak antar petakan 0,5 m, jarak antar blok 0,5 m. Tanah yang sudah
diolah kemudian dibuatkan lubang, lubang yang dibuat dalam 1 petakan ada 15
lubang tanam, jarak antar lubang adalah 70cm x
40cm.
2. Pemupukan
Pupuk organik (pupuk kandang kotoran ayam)
Pupuk ini diberikan pada saat pengolahan tanah. Tanah yang
sudah diolah dan dibuatkan lubang tanam kemudian diberi pupuk kandang kotoran
ayam sebanyak 2 kg/petakan. Pupuk dibagi secara merata ke semua lubang tanam.
Pemberian pupuk diaplikasikan dengan menanam pupuk sedalam ± 5 cm dari
permukaan tanah kemudian menutupnuya kembali dengan tanah, hal ini dilakukan
mengingat kondisi lahan yang miring, sehingga jika pupuk tidak ditanam maka
dikhawatirkan pupuk akan mudah hanyut atau terlindi ke bagian yang lebih
rendah.
Pupuk Anorganik (Urea, SP-36 dan KCL)
Pupuk Urea sebanyak setengah bagian (50 gram), dan SP-36 dan
KCL masing-masing sebanyak 80 gram diberikan pada saat tanaman berumur 3 minggu
(21 hari) setelah tanam, sama dengan pemberian pupuk organik pupuk ini
diaplikasikan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah dengan jarak 5 cm dari
batang tanaman dan kedalaman 5 cm.
Setengah bagian dari sisa urea yang ada (50 gram) diberikan
lagi dengan cara yang sama setelah tanaman berumur 35 hari setelah tanam atau
selang dua minggu dari pemupukan urea pertama.
3. Penanaman
Bibit ditanam dengan jarak 70 x 40
cm, sehingga setiap petakan terdapat 15 lubang tanam, kemudian bibit jagung
ditanam dengan membenamkan biji ke dalam tanam dengan kedalaman ± 3 - 5 cm.
Penanaman ini dilakukan pada sore hari, dimana suhu dan penguapan tidak terlalu
tinggi, sebab jika penanaman dilakukan pada waktu yang tidak optimal maka
kemungkinan bibit akan mengalami stres sehingga perkecambahan menjadi lamban.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi kegiatan sebagai berikut :
Penyiraman.
Penyiraman adalah tindakan pemeliharaan untuk tanaman yang
harus dilakukan dengan rutin, penyiraman dilakukan sejak awal hingga akhir
pertumbuhan, namun karena pada saat penelitian ini dilakukan sering terjadi
hujan, maka proses yang dilakukan terjadi secara alami yaitu dengan tadah
hujan.
Penyulaman.
Setelah semua bibit jagung ditanam. Tidak semua biji jagung
dapat beradaptasi dengan baik. Tanaman yang mati segera disulam, paling tidak
seminggu setelah tanam. Bibit yang digunakan untuk penyulaman tetap harus
menggunakan bibit yang dijamin pertumbuhannya baik.
Penyiangan.
Penyiangan adalah proses membersihkan lahan dari
rumput-rumput (gulma) yang tumbuh di sekitar tanaman/lahan dan mengganggu
tanaman jagung. Gulma tersebut dicabut dan dibuang/dimusnahkan. Proses penyiangan dapat dilakukan sekaligus
dengan proses penggemburan lahan/pembumbunan, agar kondisi tanah tetap optimal
untuk tumbuh kembang tanaman jagung.
Pengendalian hama dan
penyakit.
Pada minggu pertama penanaman, tanaman jagung yang diteliti
belum mengalami gangguan baik dari hama maupun penyakit, namun pada minggu
kedua penanaman tanaman mulai terserang hama berupa serangga (belalang)
daun-daun yang masih muda tersebut berlubang dibagian samping dan tengah daun.
Pengendalian terhadap hama tersebut oleh praktikan hanya
dilakukan dengan cara mengambil dan membunuh serangga tersebut kemudian
dibuang. Serta dengan melakukan pembersihan dan sanitasi lahan sekitar petakan.
Penyakit yang terjadi pada tanaman jagung selama penelitian
adalah tanaman kerdil dengan kondisi daun yang sangat rusak, serta pembusukan
yang terjadi pada akar dan batang, tanaman yang membusuk tersebut akhrinya
mati. Tidak diketahui dengan jelas penyebab terjadinya pembusukan tersebut,
mungkin karena kondisi lahan&tanah yang kurang baik, curah hujan yang
tinggi sehingga menagkibatkan kerusakan pada akar dan batang. Keadaan tersebut
mengakibatkan praktikan harus melakukan penyulaman berkali-kali sampai akhirnya
praktikan hanya menggunakan bibit jagung putih varietas lokal.