Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Ayam Terhadap Budidaya Tanaman Sawi
Sayur adalah salah
satu tumbuhan yang diciptakan Allah untuk digunakan oleh manusia dalam hal
pemenuhan kebutuhan akan gizi. Tanpa sayur maka menu makanan sehat dengan gizi
seimbang tidak akan pernah terpenuhi. Untuk itulah Allah menanamkan akal bagi
manusia agar selalu berusaha seperti menanam berbagai jenis sayuran sehingga
dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Kondisi alam di Indonesia mendukung dilakukannya
pembudidayaan berbagai jenis sayuran termasuk tanaman sawi (Brassica juncea L),
tanaman ini termasuk jenis sayuran daun yang mampu memberi pasokan gizi yang
cukup besar karena banyak mengandung vitamin A dan C .
Tanaman sawi adalah
tanaman yang bisa tumbuh di mana saja, baik dataran tinggi maupun dataran
rendah. Namun dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya sangat memerlukan
tambahan unsur hara apalagi jika ditanam pada tanah yang kurang subur. Salah
satu usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan perbaikan teknik budidaya
dan pemberian pupuk baik pupuk organik maupun pupuk anorganik. Namun untuk saat
sekarang penggunaan pupuk organik lah yang sangat dianjurkan dan diutamakan.
Pupuk organik disebut juga pupuk alam, yang termasuk
golongan ini adalah semua sisa-sisa bahan tanaman, pupuk hijau dan kotoran
hewan. Sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk yg dibuat oleh pabrik dengan cara
meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki persentase kandungan hara yg
tinggi.
Pada pupuk organik ini sebelum dapat tersedia bagi tanaman mengalami proses
pembusukan/penghancuran terlebih dahulu. Pupuk organik ini mempunyai kandungan
hara yang rendah dan dipergunakan terutama untuk kesuburan fisik tanah supaya
gembur (struktur tanah baik). Susunan rata-rata untuk pupuk kandang sekitar 0,50%
N, 0,25% P2O5 dan 0,50% K2O atau dalam 1
ton pupuk kandang terdapat 5 kg N, 2 ½
kg P2O5 dan 5 kg K2O. (Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija dan
Sayuran. 1977).
Salah satu pupuk organik adalah pupuk kandang kotoran hewan.
Di daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara banyak terdapat peternakan ayam,
contohnya saja di desa Sungai Malang yang sebagian besar masyarakatnya menjadi
peternak/pedagang ayam sehingga kotoran ternak ayam ini dapat dimanfaatkan
untuk pembuatan pupuk kandang kotoran ayam.
Sawi (Brassica juncea L) merupakan salah satu sayuran yang
pembudidayaannya perlu dikembangkan pada lahan rawa. Karena tingkat
produktivitas sawi di lahan rawa lebak untuk daerah Hulu Sungai Utara masih
tergolong rendah.
Lebak dalam arti sebenarnya adalah tanah atau daerah rawa
yang rendah. Karena merupakan tanah yang rendah, maka pada musim hujan lahan
rawa lebak ini dipenuhi air sekitar 1-3 meter, yang biasanya diakibatkan oleh
luapan air sungai. Keadaan air di daerah lahan rawa lebak ini belum dapat
dikuasai dan sangat dipengaruhi oleh faktor iklim.
Hal yang menjaadi permasalahan pada lahan tersebut adalah
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang kurang menguntungkan untuk
pertumbuhan sawi, antara lain sebagai berikut:
1. Pengaruh langsung kemasaman tanah terutama peningkatan
kelarutan aluminium, besi, mangan, dan hidrogen.
2. Penurunan ketersediaan P karena adanya interkasi P, Fe
dan Al.
3. Rendahnya tahanan basa dan kahat hara serta salinitas.
Bahan organik mempunyai fungsi untuk menurunkan atau
mempertahankan susana reduksi karena dapat mempertahankan kebasaan tanah
sehingga oksidasi pirit dapat ditekan sehingga pH tanah meningkat. Berdasarkan
berbagai permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian pengaruh pupuk
organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi
(Brassica juncea L).
Pembahasan dan Hasil
Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Kotoran
Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Sawi :
Tinggi rendahnya hasil tanaman sawi dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut selain dari dalam atau pada tanaman itu
sendiri juga ada yang berasal dari luar seperti tanah/lingkungan tempat tumbuh
tanaman serta iklim. Faktor dari dalam tanah antara lain ketersediaan unsur
hara, air, suhu tanah, keberadaan mikroba dan makroba tanah, dan lain
sebagainya. Sedangkan dari atmosfer/ilklim antara lain intensitas, kualitas,
dan fotoperiodesitas radiasi matahari, suhu udara, kelembaban, curah hujan, dan
lain-lain (Jumin, H. B. 1989).
Secara keseluruhan pada gambar 1, pada grafik tersebut dapat
dilihat bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun pertanaman yang tertinggi dengan
dosis pupuk sebanyak 2 kg/m2 ditunjukkan pada umur 35 hari setelah tanam yakni
19,75 cm dan 7,75 helai daun. Pertumbuhan tanaman sawi berada pada tingkat ini
diduga dikarenakan oleh faktor perakaran yang semakin baik dan mampu secara
optimum menyerap unsur hara yang tersedia. Unsur hara yang dibutuhkan ini juga
dibutuhkan untuk pertumbuhan faktor vegetatif lainnya, di mana pada fase ini
terjadi pemanjangan/pembentukan akar, batang, dan daun. Serta didukung oleh
pasokan N dari pemberian urea yang tidak tercuci oleh air hujan atau menguap
pada saat panas, sebab pada saat pemberian urea dilakukan iklim berada di level
yang menguntungkan.
Jika dibandingkan dengan tanaman sawi pada petakan lain
dengan taraf yang berbeda, maka hasil yang penulis lihat tidak jauh berbeda
dengan petakan yang menggunakan taraf K.
3 atau yang menggunakan pupuk sebanyak 1,5 kg/m2, sedangkan hasil yang
menunjukkan perbedaan nyata adalah pada petakan yang menggunakan dosis pupuk
taraf K. 0 dan K. 1 atau dosis pupuk sebanyak 0 kg/m2 dan 0,5 kg/m2.
Rerata tingi tanaman sawi pada dosis pupuk taraf K. 4 atau
sebanyak 2 kg/m2 selalu menunjukkan kenaikan angka walaupun dengan selisih yang
tidak terlalu jauh. Hal ini membuktikan bahwa dari umur 14, 21, 28 sampai dengan
umur 35 hari setelah tanam, tanaman sawi terutama sistem perakarannya bekerja
dengan baik dan unsur hara yang tersedia juga masih banyak. Pertumbuhan dan
perpanjangan sel pada akar inilah yang memungkinkan unsur hara yang diserap
semakin banyak dan tersedia cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
sawi.
Sedangkan untuk rerata jumlah daun secara keseluruhan dapat
dilihat pada gambar 2, pada grafik tersebut menunjukkan adanya penurunan rerata
jumlah daun yaitu pada hari ke 21, dapat dilihat secara rinci pada tabel 5 dan
tabel 6. Penurunan rerata jumlah daun ini bukan disebabkan kekurangan unsur
hara dari dalam tanah melainkan daun tanaman sawi terserang hama seperti yang
sudah penulis jelaskan pada poin pengendalian hama dan penyakit.
Dari pembahasan di atas maka penulis dapat menjelaskan bahwa
tanaman sawi adalah tanaman yang memiliki peluang tumbuh yang cukup besar di
lahan rawa lebak tetapi harus dengan teknik pengelolaan dan teknik budidaya
yang baik, benar dan tepat. Dan dari hasil penelitian dan perbandingan terhadap
petakan dengan taraf yang berbeda menunjukkan bahwa semakin besar dosis pupuk
kandang kotoran ayam yang diberikan cenderung dapat meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman sawi.
Kandungan unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang
kotoran ayam yang tinggi unsur N dan cukup unsur P menjadikan tanaman dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik dan cenderung terus meningkat khususnya dari
segi pertumbuhan tanaman, kehijauan warna daun, dan pertumbuhan akar semai.
Sedangkan penurunan jumlah daun yang sempat terjadi pada
umur 21 hari setelah tanam yang disebabkan oleh gangguan hama mungkin
dikarenakan tanaman kekurangan unsur K yang memang tersedia cukup sedikit pada
pupuk kandang kotoran ayam yakni hanya sebesar 0,9%, di mana unsur K lah yang
sangat berperan dalam proses mempertinggi daya tahan tanaman terhadap serangan
hama dan penyakit serta kekeringan.
Selain kemungkinan tersebut maka penyebab yang nampak pada
lahan penelitian yang mengakibatkan tanaman sawi rentan terserang hama dan
penyakit adalah buruknya sanitasi sekitar lahan tempat tumbuh tanaman sawi,
gulma yang bisa saja menjadi inang sementara serta tempat tinggal bagi hama dan
penyakit sangat banyak, bahkan jika dinisbikan dengan tanaman sawi maka
perbandingannya mungkin mencapai 9 : 1. Gulma yang sangat banyak tersebut
dibiarkan begitu saja, tidak ada tindakan pengendalian apalagi pemusnahan
padahal pada penelitian ini tanaman sawi tidak diberikan insektisida apapun
untuk pencegahan.
Faktor lain yang menyebabkan kurang berhasilnya tumbuh dan
kembang tanaman sawi ini adalah iklim yang kurang mendukung pada saat
penelitian ini dilakukan, tanaman sawi memang dapat tumbuh dengan baik di
tempat yang berudara panas tetapi jika tanah mengeras dan kekurangan air maka
pertumbuhan dan perkembangannya pun akan terganggu. Untuk itulah seharusnya
penyiangan sekaligus penggemburan tanah harus sesering mungkin dilakukan.
Pengerasan tanah yang cepat ini tentunya disebabkan karena
lahan/tanah rawa lebak memiliki sifat fisik tanah yang kurang menguntungkan
terutama dari konsistensi tanahnya yang tinggi karena memiliki buliran-buliran
tanah yang sangat terikat kuat. Dan jika konsistensi tinggi maka friabilitas
tanah akan sangat kurang dengan plastisitas serta kelekatan akan tinggi.
Dan jika dilihat dari sifat kimia tanah maka kurang
berhasilnya tanaman sawi yang diteliti kali ini disebabkan oleh status hara
pada tanah sulfat masam yang tergolong rendah, bahkan sangat rendah. Gejala
kahat hara N, P, K dan B sering dialami tanaman budidaya. Pertumbuhan tanaman
budidaya merana dan kerdil akibat kemasaman dan keracunan ion Al dan Fe yang
tinggi. Sedangkan pada kondisi tergenang tanaman akan mengalami keracunan Fe,
HS, CO dan asam-asam organik.
Sedangkan jika dilihat dari sifat biologi tanah, maka
keberadaan makroba tanah yang berada di tanah tempat tumbuh tanaman sawi lebih
banyak dihuni oleh makroba yang merugikan tanaman, seperti semut hitam besar,
anai-anai, dan lain-lain. Walaupun pada lahan tersebut juga terdapat banyak
cacing tanah yang sangat menguntungkan bagi tanah tempat sawi tumbuh dan
berkembang.
Tetapi dapat dilihat selanjutnya pada gambar 1 dan 2 bahwa
tanaman sawi pada umur 35 hari setelah tanam mengalami peningkatan yang cukup
signifikan baik dari tinggi tanaman maupun dari jumlah daun pertanaman.
Peningkatan tersebut bukan tanpa sebab, melainkan tanaman sawi mendapatkan
tambahan unsur N dari pemberian pupuk urea. Dan dari situ pula dapat kita
buktikan bahwa memang tanaman sawi atau tanaman yang biasa dikonsumsi pada
bagian vegetatifnya, yaitu daun dan batang memerlukan unsur N lebih banyak
dibandingkan dengan tanaman yang dikomsumsi pada bagian generatifnya dan pada
bagian umbinya.
Namun pada intinya berdasarkan hasil data-data penelitian
pada tiap peubah tinggi tanaman dan jumlah daun pertanaman mengalami
pertumbuhan dan perkembangan hasil yang baik di lahan rawa lebak, dengan
pemberian dosis pupuk kandang kotoran ayam yang sangat jelas menunjukkan bahwa
tanaman sawi dapat dibudidayakan di lahan rawa lebak.
Kesimpulan Pengaruh
Pemberian Pupuk Kandang Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman Sawi :
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Tanaman sawi (Brassica juncea L) dapat tumbuh di lahan
rawa lebak dengan optimal bila diberikan pengelolaan lahan yang baik dan
pemberian pupuk kandang kotoran ayam yang tepat.
2. Perlakuan dosis pupuk kandang kotoran ayam pada taraf K 4
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pertanaman
dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk kandang kotoran ayam pada taraf K. 0
dan K. 1, tetapi tidak jauh beda dengan perlakuan taraf K. 3 atau dosis pupuk 1,5 kg/m2.
3. Perlakuan dosis pupuk kandang kotoran ayam pada taraf K.
4 masih berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pertanaman
hingga hari ke 35 setelah tanam.
4. Terserangnya tanaman sawi (Brassica juncea L) dari hama
dan penyakit disebabkan oleh beberapa hal yaitu sanitasi lahan yang buruk,
iklim yang kurang mendukung, rendahnya unsur K yang terkandung pada pupuk kotoran
ayam, serta sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah rawa lebak yang
kurang menguntungkan, tidak adanya tindakan pencegahan seperti perbaikan
sanitasi lahan dan pemberian insektisida bagi tanaman sawi.