Sejarah dan Jenis Irigasi di Indonesia
Dengan membaca artikel ini Anda akan
mengetahui Pengertian irigasi, sejarah
irigasi di Indonesia, jenis irigasi, dan tujuan di buatnya irigasi?.
Irigasi merupakan upaya yang
dilakukan manusia untuk mengairi lahan pertaniannya. Dalam dunia modern saat
ini sudah banyak model irigasi yang dapat dilakukan manusia. Pada zaman dahulu
jika persediaan air melimpah karena tempat yang dekat dengan sungai atau sumber
mata air, maka irigasi dilakukan dengan mangalirkan air tersebut ke lahan
pertanian. Namun demikian irigasi juga biasa dilakukan dengan membawa air
dengan menggunakan wadah kemudian menuangkan pada tanaman satu-persatu. Untuk
irigasi dengan model seperti ini di Indonesia biasa disebut menyiram. Baca: Kehidupan Ekonomi, Politik, dan Sosial Budaya Kerajaan Gowa Tallo
Sebagaimana telah diungkapkan, dalam
dunia modern ini sudah banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan irigasi
dan ini sudah berlangsung sejak Mesir Kuno. Melihat kenyataan di atas,dan
sebagai salah satu tugas yang disyaratkan untuk mengikuti ujian akhir semester.
Kami ingin melakukan penelitian tentang pemanfaatan system perairan irigasi
yang mulai kering karena musim kemarau yang berkepanjangan.
Irigasi merupakan suatu ilmu yang
memanfaatkan air untuk tanaan mulai dari tumbuh sampai masa panen. Air tersebut
diambil dari sumbernya, dibawa melalui saluran, dibagikan kepada tanaman yang
memerlukan secara teratur, dan setelah air tersebut terpakai, kemudian dibuang
melalui saluran pembuang menuju sungai kembali.
Irigasi dikehendaki dalam situasi:
(a) bila jumlah curah hujan lebih kecil dari pada kebutuhan tanaman; (b) bila
jumlah curah hujan mencukupi tetapi distribusi dari curah hujan tidak bersamaan
dengan waktu yang dikehendaki tanaman.
Aspek irigasi
Menjelaskan tentang: Aspek
engineering, dan Aspek agricultural
Aspek engineering menyangkut: (1)
Penyimpanan, penyimpangan, dan pengangkutan (2) membawa air ke lading
pertanian, (3) pemakaian air untuk persawahan, (4) pengeringan air yang
berlebihan, dan (5) pembangkit tenaga air.
Aspek Agrikultural, menyangkut: (1)
kedalaman pemberian air, (2) distribusi air secara seragam dan berkala, (3)
kapasitan dan aliran yang berbeda, dan (4) reklamasi tanah tandus dan tanah
alkaline.
Tujuan irigasi.
Tujuan utama irigasi adalah untuk:
Membasahi tanah, merabuk, mengatur suhu tanah, kolmatase, membersihkan air
kotor, meninggikan air tanah, pemeliharaan ikan
Pengaruh dan syarat-syarat air guna
irigasi.
Menjelaskan pengaruh air yang ada
pada suatu daerah irigasi, dan bagaimana syarat-syarat air yang diperlukan
untuk suatu daerah irigasi, seperti : air yang berasal dari dalam tanah; air
berasal dari sungai, air berasal dari waduk, dananu, dan rawa;
(1) Syarat air terhadap maksud
irigasi, (2) syarat-syarat air terhadap tanaman, (3) pengaruh air irigasi
terhadap tanah, (4) pengaruh Lumpur terhadap tanaman
Sejarah Irigasi di Indonesia
Secara umum menjelaskan perkembangan
mulai dari adanya usaha pembuatan irigasi sangat sedehana, perkembangan irigasi
di Mesir, Babilonia, India,dll kemudian bagaimana perkembangan irigasi di
Indonesia sampai saat sekarang.
Di Bali, irigasi sudah ada sebelum
tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan (petugas yang melakukan
koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah
wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah “ Suatu masyarakat hukum adat di
Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secra histories tumbuh dan
berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tataguna air di tingkat usaha
tani” (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi)
Irigasi
Mesir Kuno dan Tradisional Nusantara
Sejak Mesir Kuno telah dikenal
dengan memanfaatkan Sungai Nil. Di Indonesia irigasi tradisional telah juga
berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok
tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali
secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air
pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa
dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang
dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.
Sistem
Irigasi Zaman Hindia Belanda
Sistem irigasi adalah salah satu
upaya Belanda dalam melaksanakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1830.
Pemerintah Hindia Belanda dalam Tanam Paksa tersebut mengupayakan agar semua
lahan yang dicetak untuk persawahan maupun perkebunan harus menghasilkan panen
yang optimal dalam mengeksplotasi tanah jajahannya.
Sistem irigasi yang dulu telah
mengenal saluran primer, sekunder, ataupun tersier. Tetapi sumber air belum
memakai sistem Waduk Serbaguna seperti TVA di Amerika Serikat. Air dalam
irigasi lama disalurkan dari sumber kali yang disusun dalam sistem irigasi
terpadu, untuk memenuhi pengairan persawahan, di mana para petani diharuskan
membayar uang iuran sewa pemakaian air untuk sawahnya. Waduk Jatiluhur 1955 di
Jawa Barat dan Pengalaman TVA 1933 di Amerika Serikat
Tennessee Valley Authority (TVA) [1]
yang diprakasai oleh Presiden AS Franklin D. Roosevelt pada tahun 1933
merupakan salah satu Waduk Serba Guna yang pertama dibangun di dunia [2].
Resesi ekonomi (inflasi) tahun 1930 melanda seluruh dunia, sehingga TVA adalah
salah satu model dalam membangun kembali ekonomi Amerika Serikat.
Isu TVA adalah mengenai: produksi
tenaga listrik, navigasi, pengendalian banjir, pencegahan malaria, reboisasi,
dan kontrol erosi. Sehinga di kemudian hari Proyek TVA menjadi salah satu model
dalam menangani hal yang mirip. Oleh sebab itu Proyek Waduk Jatiluhur merupakan
tiruan yang hampir mirip dengan TVA di AS tersebut.
Waduk Jatiluhur terletak di
Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta).
Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan panorama
danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun 1957 oleh
kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 milyar
m3/tah
Jenis
Irigasi
Irigasi
Permukaan
Irigasi Permukaan terjadi di mana
air dialirkan pada permukaan lahan. Di sini dikenal alur primer, sekunder dan
tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air. Prosesnya adalah
gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.
Irigasi
Lokal
Sistem ini air distribusikan dengan
cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di mana lahan yang tinggi
mendapat air lebih dahulu. Namun air yang disebar hanya terbatas sekali atau
secara lokal.
Irigasi
dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakai
penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot akan seperti kabut, sehingga
tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian menetes
ke akar.
Irigasi
Tradisional dengan Ember
Di sini diperlukan tenaga kerja
secara perorangan yang banyak sekali. Di samping itu juga pemborosan tenaga
kerja yang harus menenteng ember.
Irigasi
Pompa Air
Air diambil dari sumur dalam dan
dinaikkan melalui pompa air, kemudia dialirkan dengan berbagai cara, misalnya
dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi
sawah.
Pengalaman
Penerapan Jenis Irigasi Khusus
Irigasi Pasang-Surut di Sungai
Cimanuk
Dengan memanfaatkan pasang-surut air
di wilayah Garut, dikenal apa yang dinamakan Irigasi Pasang-Surat (Tidal
Irrigation). Teknologi yang diterapkan di sini adalah: pemanfaatan lahan
pertanian di dataran rendah dan daerah rawa-rawa, di mana air diperoleh dari
sungai pasang-surut di mana pada waktu pasang air dimanfaatkan. Di sini dalam
dua minggu diperoleh 4 sampai 5 waktu pada air pasang. Teknologi ini telah
dikenal sejak Abad XIX. Pada waktu itu pendatang di Garut memanfaatkan rawa
sebagai kebun kelapa. Di Indonesia terdapat 5,6 juta Ha dari 34 Ha yang ada
cocok untuk dikembangkan. Hal ini bisa dihubungkan dengan pengalaman Jepang di
Wilayah Sungai Chikugo untuk wilayah Kyushu, di mana di sana dikenal dengan
sistem irigasi Ao-Shunsui yang mirip.
Irigasi Tanah Kering atau Irigasi
Tetes
Di lahan kering, air sangat langka
dan pemanfaatannya harus efisien. Jumlah air irigasi yang diberikan ditetapkan
berdasarkan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah memegang air, serta sarana
irigasi yang tersedia.
Ada beberapa sistem irigasi untuk
tanah kering, yaitu:
• (1) irigasi tetes (drip
irrigation),
• (2) irigasi curah (sprinkler
irrigation),
• (3) irigasi saluran terbuka (open
ditch irrigation), dan
• (4) irigasi bawah permukaan
(subsurface irrigation)
Untuk penggunaan air yang efisien,
irigasi tetes. [3] merupakan salah satu alternatif. Misal sistem irigasi tetes
adalah pada tanaman cabai.
Ketersediaan sumber air irigasi
sangat penting. Salah satu upaya mencari potensi sumber air irigasi adalah
dengan melakukan deteksi air bawah permukaan (groundwater) melalui pemetaan
karakteristik air bawah tanah. Cara ini dapat memberikan informasi mengenai
sebaran, volume dan kedalaman sumber air untuk mengembangkan irigasi suplemen.
Deteksi air bawah permukaan dapat
dilakukan dengan menggunakan Terameter.
Pengalaman Sistem Irigasi Pertanian
di Niigata Jepang
Sistem Irigasi Pertanian milik Mr.
Nobutoshi Ikezu di Niigata Prefecture. Di sini terlihat adanya manajemen
persediaan air yang cukup pada pengelolaan pertaniannya. Sekitar 3 km dari
tempat tersebut tedapat sungai besar yang debit airnya cukup dan tidak
berlebih. Air sungai dinaikan ke tempat penampungan air menggunakan pompa
berkekuatan besar. Air dari tempat penampungan dialirkan menggunakan pipa-pipa
air bawah tanah berdiameter 30 cm ke pertanian di sekitarnya. Pada setiap
pemilik sawah terdapat tempat pembukaan air irigasi tersebut. Pembagian air ini
bergilir berselang sehari, yang berarti sehari keluar, sehari tutup.
Penggunaannya sesuai dengan kebutuhan sawah setempat yang dapat diatur
menggunakan tuas yang dapat dibuka tutup secara manual. Dari pintu pengeluaran
air tersebut dialirkan ke sawahnya melalui pipa yang berada di bawah permukaan
sawahnya. Kalau di tanah air kita pada umumnya air dialirkan melalui permukaan
sawah. Sedangkan untuk mengatur ketinggian air dilakukan dengan cara menaikan
dan menurunkan penutup pintu pembuangan air secara manual. Pembuangan air dari
sawah masuk saluran irigasi yang terbuat dari beton sehingga air dengan mudah
kembali ke sungai kecil, tanpa merembes terbuang ke bawah tanah. Pencegahan
perembesan air dilakukan dengan sangat efisien.
Pengalaman Irigasi Perkebunan Kelapa
Sawit
Ketersediaan air merupakan salah
satu faktor pembatas utama bagi produksi kelapa sawit. Kekeringan menyebabkan
penurunan laju fotosintesis dan distribusi asimilat terganggu, berdampak
negatif pada pertumbuhan tanaman baik fase vegetatif maupun fase generatif.
Pada fase vegetatif kekeringan pada tanaman kelapa sawit ditandai oleh kondisi
daun tombak tidak membuka dan terhambatnya pertumbuhan pelepah. Pada keadaan
yang lebih parah kekurangan air menyebabkan kerusakan jaringan tanaman yang
dicerminkan oleh daun pucuk dan pelepah yang mudah patah. Pada fase generatif
kekeringan menyebabkan terjadinya penurunan produksi tanaman akibat
terhambatnya pembentukan bunga, meningkatnya jumlah bunga jantan, pembuahan
terganggu, gugur buah muda, bentuk buah kecil dan rendemen minyak buah rendah.
Manajemen irigasi perkebunan kelapa
sawit, yaitu: membuat bak pembagi, pembangunan alat pengukur debit manual di
jalur sungai, membuat jaringan irigasi di lapang untuk meningkatkan daerah
layanan irigasi suplementer bagi tanaman kelapa sawit seluas kurang lebih 1 ha,
percobaan lapang untuk mengkaji pengaruh irigasi suplementer (volume dan waktu
pemberian) terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit dan dampak peningkatan
aliran dasar (base flow) terhadap performance kelapa sawit pada musim kemarau,
identifikasi lokasi pengembangan dan membuat untuk 4 buah Dam Parit dan
upscalling pengembangan dam parit di daerah aliran sungai.