Fermentasi Adonan Roti
Berbagai metode fermentasi adonan berkembang untuk
memperoleh hasil sesuai dengan karakteristik berbagai jenis produk bakery.
Walaupun berbagai metode dikembangkan, namun secara umum terjadi kecendrungan
untuk menyederhanakan, memperpendek
dan automatisasi proses
fermentasi. Proses biologis
yang kompleks selama fermentasi
perlu dikendalikan untuk menghasilkan adonan sesuai dengan yang diinginkan. Untuk
itu, pengendalian haruslah
dilakukan selama periode
fermentasi. Semua factor seperti suhu, mutu dan jumlah sel, serta laju
pertumbuhan harus terkendali, sehingga terbentuk gas di dalam adonan.
Adonan yang frothy dapat dihasilkan dengan terbentuknya atau
terdispersinya gelembung-gelembung gas di dalam adonan. Gas yang dibutuhkan
untuk terbentuknya adonan dapat dihasilkan
melalui proses biologis,
kimia, maupun fisik.
Gas yang dihasilkan terdispersi
ke dalam adonan dalam bentuk gelembung untuk menghasilkan pori yang halus
seperti gabus. Gas yang terbentuk merupakan gas CO2. Kehalusan pori yang
terbentuk selama proses pengadonan tergantung pada karakteristik tepung yang
digunakan seperti viskoelastisitas dari gluten dan daya ikat air (water-binding
capacity) pentosan. Pori yang halus bisa juga terbentuk oleh karena udara masuk
ke dalam adonan dan terdispersi dalam bentuk gelembung yang halus ketika tepung
dan air dicampur dan diulen. Gelembung udara yang terperangkap berperan sebagai
inti yang menyerap gas CO2 yang terbentuk akan membuat
adonan mengembang membentuk struktur spon. Pengembangan adonan
dapat melebihi 1:6 karena gas CO2 terbentuk selama fermentasi. Pembentukkan
gas selama fermentasi diikuti oleh reaksi-reaksi
fermentative lainnya seperti
terbentuknya metabolit-metabolit intermediate yang berpengaruh pada konsistensi
adonan dan terbentuknya senyawa-senyawa volatile yang merupakan precursor
aroma.
Gas yang terdispersi dan terperangkap di dalam adonan dalam
bentuk gelembung dibutuhkan untuk pembentukkan pori. Terbentuknya dinding pori yang elastis
(extensible) tergantung pada kandungan protein yang spesifik yang dapat
membentuk film yang elastis. Karakteristik semacam ini diperlihatkan oleh
gluten (gliadin dan glutenin) yang merupakan jenis protein yang terkandung di
dalam tepung gandum. Ketika tepung gandum dicampur dengan air, gluten akan
membentuk massa viskoelastis yang mengikat semua bahan adonan terutama pati
menjadi suatu jaringan. Lapisan film yang terbentuk bersifat
impermiabel terhadap gas, sehingga
dapat memerangkap gas
dan mebentuk pori. Selanjutnya pada saat proses pemanggangan (baking)
terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten yang dapat membentuk crumb dan
tekstur yang lembut.
Lama penyiapan dan fermentasi adonan sangat bervariasi yang
harus dapat dikendalikan dengan baik. Penggunaan proporsi khamir yang tinggi
akan menyebabkan pembentukkan gas
yang cepat. Hal
ini dapat menyulitkan dalam pengaturan waktu fermentasi dan penyiapan
adonan. Untuk itu, penjadwalan yang ketat dibutuhkan saat penyiapan adonan
karena pengembangan volume adonan
terjadi dengan cepat. Pengakhiran proses fermentasi sangat
mempengaruhi volume dan bentuk akhir produk bakery.