-->

Pengaruh Iklim Terhadap Tanah

Iklim adalah keadaan di mana suhu, presipitasi (curah hujan), kelembaban dan hal-hal yang terkait dengan cuaca hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Artinya perubahan tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu beberapa jam saja, tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat berubah.

Pengaruh Iklim Terhadap Tanah

Menurut Hardjowigeno (2003) hanya ada lima factor utama yang mempengaruhi proses pembentukan tanah. Salah satu dari kelima factor itu adalah iklim. Iklim merupakan factor yang sangat penting dalam proses pembentukan tanah. Komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap pembentukan tanah adalah suhu dan curah hujan.

Tanah berasal dari bahan-bahan induk, baik yang organic maupun mineral, yang terbentuk melalui berbagai macam proses. Bahan-bahan induk yang membentuk tanah adalah batuan-batuan yang ada di muka bumi yang mengalami pelapukan. Suhu udara dapat menyebabkan terjadinya pelapukan pada batuan sehingga terbentuk tanah. Proses pelapukan batuan oleh suhu ini dinamakan pelapukan mekanis atau fisik. Batu akan memuai jika terkena suhu tinggi dan menyusut ketika suhu rendah. Pemuaian batuan tersebut sebenarnya tidak begitu berarti, tetapi akan memberikan dampak nyata jika terjadi secara konstan dan berkali-kali.

Tanah berasal dari bahan-bahan induk, baik yang organic maupun mineral, yang terbentuk melalui berbagai macam proses. Bahan-bahan induk yang membentuk tanah adalah batuan-batuan yang ada di muka bumi yang mengalami pelapukan. Suhu udara dapat menyebabkan terjadinya pelapukan pada batuan sehingga terbentuk tanah. Proses pelapukan batuan oleh suhu ini dinamakan pelapukan mekanis atau fisik. Batu akan memuai jika terkena suhu tinggi dan menyusut ketika suhu rendah. Pemuaian batuan tersebut sebenarnya tidak begitu berarti, tetapi akan memberikan dampak nyata jika terjadi secara konstan dan berkali-kali.
Setelah mengalami pelapukan secara fisik, batuan yang telah hancur akan mengalami pelapukan secara kimiawi. Pelapukan kimia menyebabkan mineral terlarut dan mengubah sturkturnya sehingga mudah terfragmentasi. Dengan adanya air hujan, maka proses pencucian tanah berlangsung cepat sehingga pH tanah tidak terlalu basa. Karena tanah yang bersifat masam pada umumnya adalah tanah yang banyak mengandung humus.

Setiap tempat pada waktu tertentu memiliki suhu udara, tekanan udara, kelembaban, keadaan awan, dan presipitasi yang relative berbeda. Keadaan yang berubah-ubah dari unsure-unsur meteorologi dan atmosfir tersebut dikenal dengan cuaca. Pada suatu tempat yang sama keadaan cuaca dapat berubah hanya dalam tempo beberapa jam saja. Akan tetapi, ada suatu keadaan di mana suhu, presipitasi, kelembaban dan hal-hal yang terkait dengan cuaca hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Artinya perubahan tersebut tidak serta-merta terjadi dalam waktu beberapa jam saja, tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat berubah. Keaadan itu disebut dengan iklim (Lange, 1991).

Sebagaimana fenomena di alam ini, iklim berubah secara bertahap. Factor utama yang menyebabkan perubahan iklim adalah letak geografis suatu wilayah, keadaan vegetasi, dan aktivitas manusia (Lange, 1991).

Peningkatan temperatur udara di permukaan bumi antara 2 - 5◦ Celcius dalam kurun waktu 100 tahun dengan kondisi emisi gas rumah kaca seperti saat ini akan mengakibatkan perubahan iklim sebagaimana kajian Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dalam sidang Second World Climate Programme (SWCP) Oktober 1990 di Genewa (Wibowo, 1996).

Menurut Hardjowigeno (2003) hanya ada lima factor utama yang mempengaruhi proses pembentukan tanah. Salah satu dari kelima factor itu adalah iklim. Iklim merupakan factor yang sangat penting dalam proses pembentukan tanah. Komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap pembentukan tanah adalah suhu dan presipitasi (curah hujan).

Tanah berasal dari bahan-bahan induk , baik yang organic maupun mineral, yang terbentuk melalui berbagai macam proses. Bahan-bahan induk yang membentuk tanah adalah batuan-batuan yang ada di muka bumi yang mengalami pelapukan. Terkait dengan suhu dan pelapukan, suhu udaralah yang menyebabkan terjadinya pelapukan pada batuan sehingga terbentuk tanah. Proses pelapukan batuan oleh suhu ini dinamakan pelapukan mekanis atau fisik. Batu akan memuai jika terkena suhu tinggi dan menyusut ketika suhu rendah. Pemuaian batuan tersebut sebenarnya tidak begitu berarti, tetapi akan memberikan dampak nyata jika terjadi secara konstan dan berkali-kali (Sutedjo, 2005).

Setelah mengalami pelapukan secara fisik, batuan yang telah hancur akan mengalami pelapukan secara kimiawi. Pelapukan kimia menyebabkan mineral terlarut dan mengubah sturkturnya sehingga mudah terfragmentasi. Di sinilah presipitasi memainkan perannya. Dengan adanya air hujan, maka proses pencucian tanah berlangsung cepat sehingga pH tanah tidak terlalu basa. Karena tanah yang bersifat masam pada umumnya adalah tanah yang banyak mengandung humus (Sutedjo, 2005).

Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada tanah meliputi:
1. Solution yaitu terlarutnya bahan padat menjadi ion yang dikellilingi oleh molekul cairan.
Contoh :
NaCl + H2O  Na+, Cl-, H2O
(Garam mudah larut) air (ion terlarut dikelilingi air)

2. Hidrolisis ; reaksi suatu substansi dengan air yang membentuk hidroksida dan substansi baru lain yang lebih mudah larut daripada substansi asalnya. Hidrolisis merupakan salah satu reaksi pelapukan yang terpenting yang menyebabkan perubahan profil tanah.
Contoh :
KAlSi3O8 + HOH  HAlSi3O8 + KOH
(ortoclase, sangat (clay silikat) (sangat mudah terlarut)
lambat keterlarutannya)

3. Karbonasi : reaksi suatu senyawa dengan asam karbonat di mana asam karbonat merupakan asam lemah yang diproduksi dari gas CO2 yang terlarut dalam air.
Contoh :
CO2 + H2O  H2CO3  H+ + HCO3-
CaCO3 + H+ + HCO3-  Ca (HCO3)2
(kalsit,sedikit larut) mudah larut

Hidrolisis dan karbonasi merupakan proses pelapukan kimia yang paling efektif dalam proses pembentukan tanah.

4. Reduksi : proses kimia dimana muatan negatif naik, sedangkan muatan positif menurun. Misalnya CaSO4 (keras) yang dilarutkan dalam air hingga membentuk CaSO4.2H2O (lebih lunak).
5. Oksidasi : kehilangan elektron atau penggabungan suatu senyawa dengan oksigen. Mineral yang teroksidasi meningkat volumenya karena penambahan oksigen dan umumnya lebih lunak.
6. Hidrasi : kombinasi kemikalia padat, seperti mineral atau garam, dengan air. Hidrasi menyebabkan perubahan struktur mineral dengan cara meningkatkan volumenya sehingga mineral menjadi lebih lunak dan mudah terdekomposisi.

Dampak Perubahan Iklim Pada Pembentukan Tanah
Iklim di wilayah satu berbeda dengan iklim di wilayah lainnya, karena itulah proses pembentukan tanah yang terjadi berbeda-beda pula. Dampak nyatanya adalah adanya perbedaan jenis tanah antar wilayah. Indonesia yang pada dasarnya beriklim tropis di mana musim panas dan musim hujan datang setiap enam bulan sekali memiliki tanah yang lebih subur daripada tanah di negara-negara Eropa ataupun negara-negara Afrika. Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa waktu juga menjadi salah satu factor pembentukan tanah. Dan selama waktu berjalan manusia akan terus melakukan berbagai aktivitas di mana sebagian besar aktivitas tersebut seringkali berdampak pada alam; misalnya overexploitation sumber daya alam, membuang sampah sembarangan dan reklamasi pantai.
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa iklim dapat berubah, salah satunya karena aktivitas manusia. Karena itulah semakin tidak terkontrol perlakuan manusia terhadap alam, semakin cepat terjadinya perubahan iklim. Akibat perubahan iklim, lapisan salju melebur dan tanah akan lebih banyak menyerap panas matahari. Umpan balik dari peleburan lapisan salju tersebut akan meningkatkan pemanasan global (global warming). Kenaikkan temperatur akan mempengaruhi pasokan air yang berasal dari pencairan salju. Pada musim dingin air disimpan dalam bentuk salju dan secara bertahap dilepaskan pada saat meleleh pada musim semi dan musim panas. Pada bagian bumi yang lebih panas, curah hujan meningkat pesat. Sungai-sungai di daerah ini menjadi sangat kering saat musim panas dan meluap pada waktu musim hujan (Wibowo, 1996).
Komposisi ekosistem alami dapat rusak akibat perubahan iklim ketika dampak perubahan iklim tersebut tidak dapat ditolerir oleh komponen pendukung ekosistem. Karena tanah merupakan salah satu komponen ekosistem alami (komponen abiotik) maka perubahan iklim akan merubah sifat-sifat tanah. Dengan begitu tanah di Indonesia yang pada umumnya bersifat subur bisa saja berubah menjadi tandus akibat perubahan iklim yang tengah terjadi saat ini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel